wajib tahu 5 hak anak di rumah

<p>Sejak usia dini, biasanya anak-anak telah diberi tahu tentang kewajibannya. Namun tahukah Ayah dan Ibu? Sama halnya dengan orang dewasa, anak-anak juga tentunya memiliki hak yang wajib dipenuhi, termasuk hak-hak anak ketika berada di rumah.</p><p>Agar tumbuh dan berkembang secara optimal, penting bagi orang tua untuk menyeimbangkan antara hak dan kewajiban.</p><p>Hak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh seseorang sejak lahir. Setiap individu memiliki hak, tidak terkecuali dengan anak-anak. Hal ini diatur pada <a href="https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/17453/undangundang-nomor-23-tahun-2002/document">UU No. 23 Tahun 2002</a> tentang Perlindungan Anak.</p><p>Jadi apa saja sih hak anak di rumah yang wajib dipenuhi oleh Ayah dan Ibu? Simak ulasannya berikut ini.</p><h2><strong>1. Memperoleh kesehatan</strong></h2><p>Anak memiliki hak untuk mendapatkan memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Hal tersebut sesuai dengan yang disebutkan di pasal 8.</p><p>Hal yang paling mendasar terkait dengan hak kesehatan anak adalah orang tua harus menyediakan asupan bergizi dan bernutrisi untuk menunjang pertumbuhan anak. Seperti pada enam bulan awal kehidupannya, anak berhak mendapatkan ASI yang dilanjutkan dengan Makanan Pendamping ASI (MPASI). Kemudian, pemenuhan nutrisi bisa diberikan dengan makanan 4 sehat 5 sempurna.&nbsp;</p><p>Selain dari segi makanan dan minuman, orang tua harus selalu sigap untuk memberi pertolongan ketika anak sedang sakit. Hal ini tidak hanya berlaku pada kesehatan fisik saja. Orang tua juga perlu memerhatikan perkembangan psikis anak.&nbsp;</p><h2><strong>2. Mendapatkan pendidikan</strong></h2><p>Seorang anak mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Hal ini disebutkan dengan jelas pada pasal 9 ayat 1, yaitu “setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.”</p><p>Namun bukan hanya pendidikan yang didapatkan dari sekolah atau tempat bimbel, orang tua juga memiliki peran yang penting dalam perkembangan anak. Ketika anak mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran, orang tua dapat membantu anak dalam mengerjakan PR.&nbsp;</p><h2><strong>3. Mendapatkan perlindungan</strong></h2><p>Pada pasal 13, dijelaskan bahwa anak-anak berhak mendapat perlindungan dari segala hal yang mengancam keselamatan anak. Ancaman tersebut tidak hanya berupa kekerasan fisik, namun juga kekerasan verbal yang berpengaruh pada mental anak.</p><p>Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban orang tua untuk menjamin keamanan dan memberikan perlindungan pada anak, baik anak perempuan maupun laki-laki.&nbsp;</p><h2><strong>4. Menyampaikan dan didengarkan pendapatnya</strong></h2><p>Walaupun masih anak-anak, bukan berarti pendapat anak dapat diabaikan begitu saja. Hal ini terdapat pada pasal 10 yang berbunyi “setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.”</p><p>Dengan memberikan ruang bagi anak untuk berpendapat, anak dapat mengembangkan keterampilan sosialnya dan mendorongnya untuk berpikir secara kritis. Selain itu, mendengarkan anak dapat memperkuat hubungan antara anak dan orang tua.</p><h2><strong>5. Hak untuk bermain dan berekreasi</strong></h2><p>Tidak hanya orang dewasa, anak-anak juga dapat mengalami stres dan kejenuhan. Oleh sebab itu, penting bagi orang tua untuk memberikan waktu untuk anak bermain dan berekreasi. Pikiran yang jernih dapat mengoptimalkan perkembangan anak.</p><p>Pentingnya bermain dan berekreasi disebutkan dalam pasal 11, yaitu “setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.”</p><p>Ayah dan Ibu dapat mengajak anak ke tempat rekreasi atau mendampinginya bermain permainan yang disukainya. Belajar sambil bermain juga dapat meningkatkan keterampilan anak.</p><p>Ketika hak-hak seorang anak terpenuhi dengan baik, ia akan mengerti bahwa hak tersebut juga melekat pada anak-anak lain di sekitarnya. Pemahaman ini tentunya menghadirkan dampak positif bagi anak, seperti:</p><ul><li>Membuat anak lebih toleran dan berempati terhadap sesama</li><li>Menjauhkan anak dari perilaku buruk, seperti rasisme, <i>streotyping</i>, <i>bullying</i>, maupun prasangka terhadap orang lain</li><li>Mendorong anak untuk lebih menghargai keberadaan dan usaha orang lain</li></ul><p>Rumah merupakan lingkungan pertama tempat anak belajar segalanya. Respon orang tua terhadap upaya pemenuhan hak anak di rumah sangat krusial untuk membangun kemampuan sosialnya di kemudian hari. Dengan memenuhi hak anak sejak dini, orang tua secara tidak langsung berkontribusi untuk menanamkan kebaikan dalam taraf yang lebih besar, yakni komunitas dan masyarakat pada umumnya.</p><p>Nah, itulah macam-macam hak anak di rumah yang sangat mendasar dan wajib dipenuhi. Dari 5 hak utama di atas, ICANDO bisa banget lho membantu Ayah dan Ibu memenuhi hak si Kecil untuk mendapatkan pendidikan dan bermain. Caranya mudah sekali, Ayah dan Ibu bisa langsung <a href="https://play.google.com/store/apps/details?id=com.icando.edugame&amp;hl=en_US">download aplikasi pendidikan anak</a> ICANDO.&nbsp;</p><p>Di ICANDO, anak akan menemukan ribuan <a href="http://icando.co.id/">permainan edukasi</a> yang telah dirancang khusus sesuai jenjang usia anak untuk menstimulasi seluruh aspek perkembangannya. Hanya dengan satu aplikasi, anak langsung mendapatkan serunya bermain dan mudahnya akses pendidikan berkualitas.&nbsp;</p><p>Jadi tunggu apa lagi? Ayo penuhi hak si kecil bersama ICANDO sekarang!</p>

anak perempuan bahagia melihat makanannya datang

medium_hak-anak-di-rumah.jpg

small_hak-anak-di-rumah.jpg

thumbnail_hak-anak-di-rumah.jpg

hak-anak-di-rumah.jpg

Wajib Tahu, Inilah 5 Hak Anak di Rumah yang Harus Dipenuhi!

4 pola kelekatan anak

<p>Gaya hubungan anak dan orang tua memang sangat beragam. Ada anak yang nyaman dan maunya selalu nempel sama orang tua. Beda lagi dengan anak lain yang selalu marah atau kesal saat bersama orang tua. Bahkan ada juga yang menghindar dari orang tua dan lebih pilih dekat dengan nenek dan kakek. Perbedaan gaya hubungan antara anak dan orang tua memiliki kaitan erat dengan kelekatan (attachment).</p><p>Tahukah Ibu dan Ayah? Salah satu tugas utama anak di usia dini adalah&nbsp;<strong>membentuk kelekatan (</strong><i><strong>attachment</strong></i><strong>) </strong>dengan orang tua. Kelekatan menjadi pondasi bagi si Kecil agar dapat berkembang dengan optimal. &nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;</p><p>&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;</p><h2>Apa itu Kelekatan (<i>Attachment</i>)?</h2><p>Dalam dunia psikologi, kelekatan (<i>attachment</i>) dapat diartikan sebagai ikatan emosi yang bersifat erat yang dibangun melalui interaksi dua arah dengan pengasuh. Umumnya, peran pengasuh utama anak dipegang oleh ibu. Meski begitu, anak juga bisa membentuk ikatan dengan pengasuh lainnya, seperti ayah, nenek, kakek, tante, atau asisten rumah tangga.</p><p>&nbsp;</p><h2>Bagaimana Kelekatan Terbentuk?</h2><p>Kelekatan dibentuk melalui interaksi yang terjadi antara anak dan pengasuh. Umumnya anak akan mencari pengasuhnya saat merasa tidak nyaman dan tidak aman. Misalnya ketika sakit, sedih, takut, dsb. Reaksi yang ditunjukkan pengasuh terhadap kondisi anak menjadi penentu pola kelekatan yang terbangun di antara mereka.</p><p>Memasuki usia&nbsp;<strong>6 bulan</strong>, anak mulai mampu memprediksi kemungkinan reaksi yang akan ditunjukkan oleh pengasuh. Prediksi ini dibangun berdasarkan pola interaksi sehari-hari yang dirasakan oleh anak dengan pengasuh tertentu. Kemampuan prediksi ini memungkinkan anak untuk mengatur strategi saat merasakan ketidaknyamanan.</p><p>Tahukah Ibu Ayah?&nbsp;<strong>Si Kecil bisa memiliki pola kelekatan yang berbeda-beda dengan tiap figur pengasuhnya</strong> lho… Lalu, apa sih hal-hal yang memengaruhi kelekatan anak dengan orang tua?</p><p>&nbsp;</p><h2>Faktor Pendukung Terbentuknya Kelekatan Anak dan Orang Tua</h2><p>Secara umum, terbentuknya kelekatan ditentukan oleh dua faktor. Faktor pertama adalah&nbsp;<strong>temperamen anak</strong>. Temperamen adalah kecenderungan reaksi anak terhadap situasi tertentu. Anak dengan temperamen mudah marah, berpotensi membuat orang tua sulit memenuhi kebutuhan anak. Akhirnya kelekatan anak dengan orang tua sulit terbentuk.</p><p>Faktor kedua adalah&nbsp;<strong>sensitivitas orang tua</strong>. Orang tua yang sensitif atau peka, mampu merespon kebutuhan anak dengan cepat dan tepat. Dengan begitu, anak dapat kembali merasa aman dan nyaman.</p><p>&nbsp;</p><h2>Empat Pola Kelekatan Anak</h2><h3>1. <i>Secure Attachment</i></h3><p>Anak dengan&nbsp;<i><strong>secure attachment</strong></i> cenderung ingin tetap berdekatan dengan pengasuh hingga anak merasa aman. Pola ini terbentuk karena pengasuh menunjukkan reaksi yang cepat, tepat, dan penuh kasih sayang saat anak mengalami perasaan tidak aman dan tidak nyaman.</p><p>Anak yang memiliki <i>secure attachment</i> umumnya merasa bahwa lingkungan sekitarnya aman dan nyaman untuk dijelajahi. Hal itu membuat anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan lebih mampu untuk menunjukkan kemandirian (<i>autonomy</i>).</p><p>Bukan cuma itu saja lho Ibu dan Ayah… Anak dengan <i>secure attachment&nbsp;</i>juga akan lebih mampu untuk membangun hubungan sosial yang baik. Mulai dari teman sebaya, guru, hingga pasangan romantis saat dewasa.</p><h3>2. <i>Avoidant Attachment</i></h3><p>Anak dengan pola&nbsp;<i><strong>avoidant attachment</strong></i> cenderung menutupi ketidaknyamanan yang ia rasakan di hadapan pengasuh. Pola ini terbentuk karena pengasuh seringkali menunjukkan penolakan saat anak menunjukkan emosi negatif, seperti meminta anak diam, mengejek anak, atau sekadar menunjukkan ekspresi sebal.</p><p>Anak dengan <i>avoidant attachment</i> memiliki risiko untuk mengalami masalah penyesuaian diri. kecenderungan anak untuk memendam emosi negatif dapat terbawa hingga dewasa. Kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya masalah kesehatan jiwa, seperti depresi.</p><h3>3. <i>Resistant Attachment</i></h3><p>Anak dengan pola&nbsp;<i><strong>resistant attachment</strong></i> umumnya mengekspresikan emosi negatif dengan cara yang ekstrim, mulai menangis meraung-raung hingga tantrum. Tujuannya adalah untuk menarik perhatian dan reaksi pengasuh. Cara itu dilakukan karena reaksi pengasuh yang inkonsisten terhadap kebutuhan dan keinginan anak.</p><p>Anak dengan pola ini memiliki risiko sulit dalam mengatur emosi diri. Selain itu, anak juga akan sulit membangun hubungan sosial dengan orang lain. Hal ini berpotensi menghambat perkembangan sosial-emosional anak.</p><h3>4. <i>Disorganized Attachment</i></h3><p>Anak dengan pola&nbsp;<i><strong>disorganized attachment</strong></i> ditandai dengan interaksi anak dan pengasuh yang tidak normal (<i>atypical</i>). Interaksi tidak normal terjadi hampir setiap saat. Bukan hanya terjadi saat anak merasakan ketidaknyamanan.</p><p>Anak dengan pola kelekatan ini umumnya memiliki pengasuh yang mengalami trauma berkepanjangan. Anak dengan ibu yang mengalami depresi juga berpotensi membentuk pola <i>disorganized attachment</i>. Pola kelekatan ini juga seringkali terkait dengan masalah perilaku&nbsp; pada anak.</p><p>Itulah keempat pola kelekatan (<i>attachment</i>) anak. Coba Ibu dan Ayah perhatikan, mana ya kira-kira pola kelekatan yang anak bangun dengan Ibu dan Ayah?&nbsp;</p><p>&nbsp;</p><h2>Bangun Kelekatan dengan si Kecil Bersama ICANDO!</h2><p>Tahukah Ayah dan Ibu bahwa <a href="https://icando.co.id/">aplikasi pendidikan ICANDO</a> bisa menumbuhkan kelekatan orang tua dengan anak? Yup, dengan aplikasi ini, Ayah dan Ibu dapat secara aktif membimbing dan mendampingi petualangan belajar si Kecil baik secara <i>online </i>maupun <i>offline. </i><a href="https://bit.ly/DownloadICANDO">Download aplikasi ICANDO</a> dan isi waktu berkualitas bersama si Kecil!&nbsp;</p><p>&nbsp;</p><p>Referensi:</p><p>Benoit, D. (2004). Infant-parent attachment: Definition, types, antecedents, measurement and outcome. Paediatrics &amp; child health, 9(8), 541-545.</p><p>Brooks, J. (2011). The process of parenting (8th ed.). McGraw-Hill International Edition.</p><p>Papalia, D. E., &amp; Feldman, R. D. (2012). Experience human development (12th ed.). McGraw-Hill International Edition.</p><p>&nbsp;</p>

anak dan ibu tertawa bersama menunjukkan kelekatan

large_pola-kelekatan-anak.jpg

medium_pola-kelekatan-anak.jpg

small_pola-kelekatan-anak.jpg

thumbnail_pola-kelekatan-anak.jpg

pola-kelekatan-anak.jpg

4 Pola Kelekatan Anak, Sudahkah Ibu Tahu?

kenapa bermain bersama anak itu penting

<p>Siapa orang tua yang tidak senang jika si Kecil aktif bermain? Tentu saja bermain sendiri maupun bersama teman-teman, di luar maupun di dalam ruangan memiliki banyak manfaat bagi si Kecil. Nah, selain itu, ternyata bermain bersama orang tua secara rutin juga penting untuk perkembangannya, lho!</p><p>Anak-anak membutuhkan waktu dan perhatian dari orang tuanya. Memang terkadang rasanya melelahkan untuk bermain bersama si Kecil setelah seharian mumet dengan pekerjaan. Ingin rasanya langsung beristirahat. Namun, meluangkan sedikit waktu untuk si Kecil dapat membuatnya merasa istimewa dan dihargai.</p><p>Menurut penelitian yang dipublikasikan di jurnal <a href="https://pediatrics.aappublications.org/content/119/1/182"><i>Pediatrics</i></a>, bermain adalah bagian masa kanak-kanak yang berharga yang menawarkan manfaat perkembangan penting bagi anak-anak dan kesempatan bagi orang tua untuk terlibat penuh dengan anak-anak mereka.</p><p>Tidak hanya itu, bermain bersama anak juga bermanfaat dalam berbagai aspek seperti fisik, mental, maupun sosial. Berikut adalah 5 alasan utama pentingnya bermain bersama anak.</p><h3><strong>1. Meningkatkan kecerdasan</strong></h3><p>Ternyata, bermain bisa meningkatkan kecerdasan si Kecil, lho! Hal ini juga didukung oleh penelitian. Berdasarkan meta analisis dari 46 studi yang dilakukan oleh Edward P. Fisher, bermain dapat meningkatkan perkembangan kognitif-linguistik dan tindakan sosial afektif pada anak.&nbsp;</p><h3><strong>2. Membantu mengembangkan berbagai kemampuan kemampuan si Kecil</strong></h3><p>Tidak hanya kecedasan intelektual, bermain bersama si Kecil dapat meningkatkan berbagai jenis kemampuannya. Seperti berinteraksi saat bermain dengan si Kecil dapat meningkatkan kemampuan sosialnya, dan masih banyak lagi!</p><p>Bermain yang melibatkan aktivitas fisik seperti bermain bola dan bersepeda dapat meningkatkan kemampuan motorik kasarnya. Kemudian, menggambar dan membuat prakarya dapat mengembangkan kemampuan motorik halusnya. Yang tak kalah seru, bermain pura-pura atau <i>role play </i>dapat mengembangkan kreativitas, imajinasi, empati, dan kemampuan memecahkan masalah.</p><h3><strong>3. Pelepas stres untuk anak maupun orang tua</strong></h3><p>Bermain adalah pelepas stres yang baik bagi anak maupun orang tua. Terutama ketika bermain di luar ruangan atau yang melibatkan aktivitas fisik, Ayah dan Ibu dapat merasa lebih santai dan tidak tegang. Hal ini juga dapat dirasakan oleh si Kecil yang dapat menyalurkan emosinya melalui bermain.</p><h3><strong>4. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi</strong></h3><p>Salah satu aspek yang penting ketika bermain dengan si Kecil adalah aspek sosial dan emosional. Ketika bermain bersama orang tua, anak belajar untuk mengkomunikasikan masalah yang ia hadapi kepada orang tuanya.</p><p>Sering bermain dengan anak juga dapat membuat ia menjadi terbuka dan menceritakan apa saja yang terjadi di hidupnya sehari-hari. Hal ini dapat berpengaruh pada hubungan antara anak dan orang tua sampai anak beranjak dewasa.</p><h3><strong>5. Bermain itu menyenangkan!</strong></h3><p>Selain manfaat-manfaat yang telah disebutkan di atas, hal yang paling penting adalah tujuan inti dari bermain itu sendiri: bersenang-senang! Ketika bermain, Ayah dan Ibu dapat melupakan realita sejenak dan menikmati waktu bersama si Kecil sambal tersenyum dan tertawa.&nbsp;</p><p>Terkadang orang dewasa lupa bagaimana menyenangkannya bermain di masa kecil. Nah, bermain bersama si Kecil dapat mengingatkan Ayah dan Ibu kembali bagaimana perasaan menyenangkan itu.</p><p>Banyak jenis permainan yang bisa dilakukan oleh Ayah dan Ibu bersama si Kecil. Salah satunya adalah dengan aplikasi pendidikan ICANDO! Di aplikasi ini, si Kecil dapat mengasah kemampuannya melalui ribuan <a href="https://icando.co.id/">game edukasi anak</a> yang telah dikembangkan secara khusus untuk mencapai tujuan perkembangan si Kecil.&nbsp;</p><p>Ayah dan Ibu juga dapat terlibat aktif dalam memantau maupun mendampingi proses belajar dan bermain si Kecil. Dijamin seru dan edukatif sekali main bersama buah hati di aplikasi ICANDO. Ayo, <a href="https://play.google.com/store/apps/details?id=com.icando.edugame&amp;hl=en_US">download ICANDO</a> sekarang!</p><p>Referensi</p><p>Fisher, E. P. (1992). The impact of play on development: A meta-analysis.&nbsp;<i>Play &amp; Culture, 5</i>(2), 159–181.</p><p>Ginsburg, K. R. (2007).&nbsp;The Importance of Play in Promoting Healthy Child Development and Maintaining Strong Parent-Child Bonds.<i> PEDIATRICS</i>, <i>119</i>(1), 182–191<i>.&nbsp;</i></p>

anak perempuan bermain peran dokter bersama ibu

large_bermain-bersama-anak.jpg

medium_bermain-bersama-anak.jpg

small_bermain-bersama-anak.jpg

thumbnail_bermain-bersama-anak.jpg

bermain-bersama-anak.jpg

Kenapa Bermain Bersama Anak Itu Penting?

lakukan ini agar anak rajin gosok gigi

<p>Menggosok gigi secara rutin adalah bagian yang esensial dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Sama halnya seperti orang dewasa, gosok gigi tentunya juga penting untuk anak-anak.</p><p>Menggosok gigi membantu menghilangkan bakteri dan plak yang menyebabkan kerusakan gigi dan penyakit gusi. Setiap orang disarankan untuk menyikat gigi dua kali sehari, yaitu di pagi hari dan sebelum tidur di malam hari.</p><p>Penting bagi anak untuk membiasakan rutinitas menggosok gigi sejak dini, sehingga ia akan terbiasa melakukannya hingga dewasa.</p><p>Menurut <a href="https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/conditionsandtreatments/toothbrushing-children">BetterHealth</a>, menggosok gigi anak dapat dimulai sejak pertama kali gigi anak muncul, yaitu di sekitar usia 6 bulan. Di usia ini cara membersihkan giginya adalah dengan menggunakan kain basah yang lembut, atau sikat gigi kecil yang lembut yang dibasahi dengan air.</p><p>Pemilihan sikat gigi dan pasta gigi yang tepat sesuai usia anak juga penting untuk kesehatan giginya. Pilihlah sikat gigi khusus untuk anak yang berkepala kecil dan bulu-bulunya lebih halus.</p><p>Sedangkan untuk pasta gigi, inilah pilihan sikat gigi yang tepat sesuai dengan usia anak menurut <a href="https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/conditionsandtreatments/toothbrushing-children">BetterHealth</a>:</p><ul><li>Usia 0-18 bulan – gunakan hanya air tanpa pasta gigi.</li><li>Usia 18 bulan-6 tahun – gunakan pasta gigi rendah fluorida, dengan jumlah sebesar kacang polong.</li><li>Usia 6 tahun ke atas – gunakan pasta gigi fluoride standar, dengan jumlah sebesar kacang polong.</li></ul><p>Namun terkadang, ada saja saatnya ketika anak tidak mau gosok gigi. Padahal gigi susu juga perlu dijaga kesehatan layaknya gigi dewasa. Memotivasi anak untuk rajin gosok gigi dapat menjadi tantangan tersendiri untuk orang tua.</p><p>Jika anak tidak suka dan benar-benar menolak untuk gosok gigi, ada beberapa cara yang Ayah dan Ibu bisa lakukan untuk mengatasinya.</p><h2><strong>1. Gosok gigi bersama-sama</strong></h2><p>Anak suka meniru orang-orang di sekitarnya, terutama orang tuanya dan orang-orang terdekatnya. Ayah dan Ibu bisa memanfaatkan hal ini untuk menjadikan kegiatan gosok gigi menjadi kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama.&nbsp;</p><p>Dengan gosok gigi bersama-sama, anak bisa menjadi lebih termotivasi untuk menggosok giginya, karena ia juga melihat orang lain melakukan hal yang sama.</p><h2><strong>2. Beri anak pilihan</strong></h2><p>Buatlah anak merasa ia memiliki andil dalam kegiatannya dengan melibatkannya dalam pemilihan sehari-hari. Misalnya, dengan membiarkannya memilih sikat gigi dan pasta giginya sendiri.&nbsp;</p><p>Apalagi banyak sikat gigi anak yang memiliki gambar karakter-karakter lucu. Anak akan jadi lebih bersemangat untuk gosok gigi jika menggunakan sikat gigi yang bergambar karakter favoritnya.</p><h2><strong>3. Lakukan sambil mendengarkan lagu</strong></h2><p>Ayah dan Ibu bisa membuat suasana gosok gigi menjadi lebih menyenangkan dengan menyetel lagu. Lagu yang dipilih bisa lagu anak-anak tentang menggosok gigi atau lagu apa saja yang disukai anak.</p><h2><strong>4. Gunakan sistem penghargaan</strong></h2><p>Terkadang, anak membutuhkan sedikit motivasi lebih untuk melakukan sesuatu. Misalnya, anak boleh menonton film kartun kesukaannya setelah menggosok giginya selama 2 menit hingga bersih.&nbsp;</p><h2><strong>5. Buatlah cerita yang menginspirasi</strong></h2><p>Anak biasanya memiliki karakter favorit yang dijadikan panutan. Buatlah cerita yang menginspirasi, misalnya tentang tokoh pahlawan super favoritnya yang rajin gosok gigi, sehingga ia tetap segar sepanjang hari saat melawan penjahat.</p><p>Jika anak sudah terbiasa menggosok gigi secara rutin, lama-kelamaan ia akan menggosok giginya sesuai dengan jadwal tanpa harus disuruh-suruh lagi.</p><p>Nah, Ayah dan Ibu penasaran bagaimana seharusnya cara anak gosok gigi dengan benar untuk menghindari gigi berlubang? <a href="https://play.google.com/store/apps/details?id=com.icando.edugame&amp;hl=en_US">Download aplikasi pendidikan anak</a> ICANDO!</p><p>ICANDO telah menyediakan ribuan <a href="https://icando.co.id/">game edukasi anak</a>, salah satunya adalah cara menggosok gigi melalui permainan seru dan interaktif. Dijamin anak pasti suka dan tidak lupa lagi untuk menggosok gigi dengan benar!</p>

medium_menggosok-gigi.jpg

small_menggosok-gigi.jpg

thumbnail_menggosok-gigi.jpg

menggosok-gigi.jpg

Lakukan Ini agar Anak Rajin Gosok Gigi!

intip 10 cara tepat mengatasi anak susah makan

<p>Salah satu tantangan yang sering dihadapi orang tua dalam proses tumbuh kembang anak adalah ketika si Kecil susah makan. Tapi, tahukah Ayah Ibu? Sebenarnya, kondisi di mana anak menjadi susah makan bukanlah hal yang baru. Hampir semua anak dalam proses tumbuh kembang pernah mengalaminya. Meski begitu, proses ini memang selalu berhasil membuat para orang tua khawatir dan bingung, bukan? Nah, sebelum Ayah Ibu menghadapinya, <i>yuk</i>, kenali dulu penyebab dan cara tepat mengatasi susah makan pada anak berikut ini.</p><h3>Penyebab Susah Makan Pada Anak</h3><h4>Kebiasaan Makan</h4><p>Beberapa kebiasaan makan yang kurang tepat, bisa menjadi penyebab si Kecil susah makan. Misalnya, jam makan yang berantakan, pemberian camilan berat di sela jam makan makanan utama, dan lain-lain. Selain itu, kebiasaan untuk jarang bergerak dan sering meminum minuman manis, juga diklaim sebagai penyebab si Kecil menjadi susah makan.</p><h4><i>Picky Eater</i></h4><p>Sebagian anak memang sering memilih-milih makanan (<i>picky eater</i>). Nah, ketika Ayah Ibu menyajikan makanan yang tidak disukainya, hal tersebut bisa menjadi penyebab si Kecil susah makan, <i>lho</i>. Untungnya, kondisi tersebut masih bisa dinilai sebagai hal yang wajar, sehingga Ayah Ibu hanya perlu memperhatikan makanan apa yang tidak disukai oleh si Kecil.</p><h4>Alergi Makanan Tertentu</h4><p>Ada beberapa kondisi di mana makanan bisa membuat si Kecil menjadi tidak nyaman atau bahkan sakit ketika dimakan. Cermati kondisi tersebut, dan hindari menyajikan makanan penyebab alergi untuk si Kecil.</p><h4>Mengalami Gangguan Kesehatan</h4><p>Ketika tidak nafsu makan, mungkin saja si Kecil sedang mengalami gangguan kesehatan. Coba amati kondisi si Kecil agar bisa segera ditangani dengan cepat dan tepat. Berikut beberapa kondisi gangguan kesehatan yang berpotensi membuat si Kecil susah makan:</p><ul><li>Diare</li><li>Sembelit</li><li>Radang tenggorokan</li><li>Kekurangan zat besi</li><li>Anemia</li><li>Flu</li><li>Demam</li><li>Sariawan</li><li>Infeksi saluran kemih</li><li>Ruam kulit</li></ul><h3>10 Cara Tepat Mengatasi Susah Makan Pada Anak</h3><h4>Siapkan Makanan dalam Porsi Kecil</h4><p>Ketika si Kecil susah makan, Ayah Ibu bisa memberikan makanan dalam porsi sedikit tapi cukup sering dilakukan. Hal ini bertujuan agar si Kecil tidak semakin menolak untuk makan. Ketimbang memberikan makanan dalam porsi banyak dan tidak dihabiskan, porsi kecil akan membuat si Kecil lebih mudah mengenal rasa lapar.</p><h4>Siapkan Makanan Secara Teratur</h4><p>Mengatur jadwal makan itu penting. Alasannya, agar si Kecil terbiasa makan secara teratur. Ayah Ibu bisa membuat jadwal dengan menghidangkan makanan berat atau utama sebanyak 3 kali. Lalu menghidangkan camilan atau makanan ringan sebanyak 2 kali di sela makanan utama. Tetapkan waktu makan di jam yang sama, kemudian terapkan bersama-sama anggota keluarga lainnya. Terakhir, tetapkan jam makan si Kecil yaitu maksimal selama 30 menit. Hal ini bertujuan agar si Kecil terbiasa untuk makan disiplin dan menghindari kegiatan <i>mengemut</i> makanan.</p><h4>Siapkan Makanan yang Bervariasi</h4><p>Agar tidak merasa bosan dengan makanan yang itu-itu saja, Ayah Ibu bisa memberikan si Kecil makanan yang bervariasi. Variasinya bisa didapat dari rasa, tampilan, dan tekstur. Coba, deh, Ayah Ibu berikan si Kecil makanan dengan beragam rasa. Misalnya, makanan gurih untuk makanan utama, dan makanan manis dari buah-buahan sebagai cemilannya. Banyaknya variasi makanan yang dimakan oleh si Kecil, tentu akan mampu melengkapi nutrisinya. Jangan lupa, kreasikan juga tampilan yang menarik pada makanan, ya. Misalnya, dengan membentuk telur rebus menjadi kelinci, wortel menjadi hati, dan lain sebagainya.</p><h4>Berikan Makanan Favorit Si Kecil</h4><p>Menghidangkan makanan favorit si Kecil bisa menjadi pancingan, agar nafsu makan si Kecil muncul kembali. Ayah Ibu bisa mengkombinasikannya dengan makanan lain, agar nutrisi si Kecil pun tetap terjaga.</p><h4>Kenalkan Makanan Jenis Baru dengan Bertahap</h4><p>Terkadang, si Kecil menjadi susah makan disebabkan oleh pemberian jenis makanan baru yang tidak biasa. Jadi, jika Ayah Ibu ingin mengenalkan makanan jenis baru, lakukanlah secara bertahap. Dari porsi kecil terlebih dulu sambil memerhatikan reaksi si Kecil terhadap makanan tersebut.</p><h4>Jangan Beri Minum yang Banyak Saat Makan</h4><p>Memberikan minum yang banyak apalagi di tengah-tengah proses makan, akan membuat si Kecil lebih cepat merasa kenyang. Selain itu juga bisa berisiko si Kecil mengalami kembung. Sehingga makanan yang disajikan berpotensi tidak akan dihabiskan. Jadi, Ayah Ibu sebaiknya memberi minum si Kecil sebelum dan sesudah makan saja, ya.</p><h4>Ajak Si Kecil Menyiapkan Makanan Bersama</h4><p>Nah, salah satu cara asyik agar si Kecil tidak lagi susah makan adalah ajak ia untuk menyiapkan makanannya bersama-sama. Ayah Ibu bisa mengajak si Kecil ikut menyiapkan bahan masakan, menyiapkan alat makan, dan berdoa bersama. Kegiatan ini tentunya juga bertujuan agar si Kecil mengenal proses makan sekaligus melatih motoriknya agar berkembang dengan baik.</p><h4>Ciptakan Suasana Makan yang Nyaman</h4><p>Suasana yang nyaman tentunya akan menyenangkan semua orang, terutama si Kecil. Membiarkan si Kecil makan sendiri meski belum terampil, bisa menjadi pengalaman makan yang mengasyikkan. Hindari kegiatan menonton TV, bermain dengan mainan, atau hewan peliharaan ketika si Kecil sedang makan. Agar si Kecil tidak kehilangan konsentrasinya. Ayah Ibu juga tidak boleh memaksa atau memarahi si Kecil ketika ia masih tetap tidak nafsu makan.</p><h4>Beri Si Kecil Contoh yang Baik dan Jangan Jadikan Makanan Sebagai Imbalan</h4><p>Ayah Ibu bisa mengajak si Kecil untuk makan bersama, dan memakan makanan yang sama. Hal ini bertujuan agar si Kecil bisa meniru apa yang dilakukan oleh tuanya. Ingat, anak-anak adalah peniru yang ulung. Jadi, manfaatkan hal tersebut untuk menghindari susah makan pada anak. Selain itu, jangan jadikan makanan sebagai imbalan ketika si Kecil mau makan. Misalnya, Ayah Ibu menjanjikan cokelat jika si Kecil mau menghabiskan makanannya. Sebagai gantinya, Ayah Ibu bisa memuji si Kecil dengan kata-kata yang lembut, ketika piring si Kecil sudah bersih.</p><h4>Hubungi Dokter</h4><p>Cara terakhir yang bisa Ayah Ibu lakukan adalah sabar, konsisten, dan hubungi dokter bila perlu. Amati perubahan kondisi si Kecil. Jika si Kecil menunjukkan tanda-tanda penurunan berat badan, kekurangan nutrisi, masalah pencernaan parah, dan lain-lain, segeralah hubungi dokter atau ahli gizi terdekat.</p><p>Menjadi orang tua cermat itu baik. Jadi, Ayah Ibu perlu memiliki semangat belajar yang tak putus, bahkan sampai si Kecil sudah tumbuh besar. Hadapi segala tantangan dengan tenang, dan fokus pada tindakan tepat yang harus dilakukan. Untuk membantu Ayah Ibu dalam menemukan tindakan tepat bagi si Kecil, <i>download</i> “icando“ saja!&nbsp;</p><h2>Kenapa harus ICANDO?</h2><p>ICANDO merupakan aplikasi pendidikan yang dapat digunakan oleh Bunda dan Yanda guru, Ayah Ibu serta si kecil.&nbsp;</p><p>Ayah Ibu bisa menemukan artikel-artikel seputar dunia <i>parenting</i> lainnya, agar menjadi orang tua cermat bukan lagi sebatas harapan. <i>Yuk</i>, di-<i>download</i> sekarang!</p>

small_mengatasi_anak_susah_makan.jpg

thumbnail_mengatasi_anak_susah_makan.jpg

mengatasi_anak_susah_makan.jpg

Intip 10 Cara Tepat Mengatasi Susah Makan Pada Anak Bagi Orang Tua Cermat

apa manfaat tidur siang untuk anak

<p>Semua orang tahu bahwa tidur malam yang berkualitas sangatlah penting untuk perkembangan anak. Namun, ternyata tidur siang juga memiliki peran yang tidak kalah penting untuk si Kecil lho, Ayah dan Ibu!</p><p>Tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan fisik, tidur siang juga bermanfaat bagi kesehatan otak. Tidak hanya untuk si Kecil saja, bahkan juga untuk Ayah dan Ibu. Yang membedakan adalah waktu dari tidur siang itu sendiri.</p><p>Lalu, apa saja yang perlu diketahui tentang tidur siang?</p><h2><strong>Manfaat tidur siang</strong></h2><p>Dalam perkembangannya, tidur siang memberi tubuh dan pikiran anak waktu untuk beristirahat dan “diisi ulang”. Berikut adalah manfaat-manfaat lainnya:</p><h3><strong>1. Meningkatkan performa akademik</strong></h3><p>Berdasarkan penelitian dari University of Pennsylvania dan University of California yang dipublikasikan di jurnal <a href="https://academic.oup.com/sleep/article/42/9/zsz126/5499200">SLEEP</a>, hampir 3.000 siswa kelas 4, 5, dan 6 yang berusia 10-12 tahun yang sering tidur siang memiliki tingkat kebahagiaan, control diri, dan IQ yang lebih tinggi, terutama pada anak-anak kelas 6.</p><h3><strong>2. Membantu perkembangan memori pada anak</strong></h3><p>Setelah mempelajari lebih dari 200 anak, para peneliti dari <a href="https://www.sheffield.ac.uk/">University of Sheffield</a> tidur siang selama 30 menit atau lebih dapat membantu bayi untuk mempertahankan dan mengingat perilaku baru.&nbsp;</p><p>Menariknya, studi menunjukkan bahwa waktu yang paling baik untuk belajar bagi bayi bukanlah saat mereka terjaga, tetapi malah ketika mereka mengantuk sebelum tidur siang.</p><h3><strong>3. Membantu menjaga kesehatan fisik</strong></h3><p>Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki jam tidur yang kurang atau tidur secara tidak teratur memiliki tingkat obesitas yang lebih tinggi. Hal ini terjadi sebab anak-anak cenderung makan lebih banyak ketika mereka kurang tidur.</p><p>Belum lagi, jika tidak tidur siang, anak-anak terlalu lelah untuk berolahraga yang cukup. Padahal, berolahraga yang cukup dan teratur sangat berpengaruh pada kesehatan anak.</p><h3><strong>4. Istirahat cukup = mood yang baik</strong></h3><p>Mungkin Ayah dan Ibu sudah menyadari yang satu ini. Si Kecil cenderung memiliki mood yang kurang baik ketika merasa lelah dan kurang tidur. Ternyata, hal ini didukung oleh penelitian.</p><p>Menurut sebuah <a href="https://www.nytimes.com/2011/09/13/health/views/13klass.html?pagewanted=all&amp;_r=0">studi dari University of Colorado, Boulder</a>, balita yang melewatkan waktu tidur siang selama 90 menit menunjukkan peningkatan respons emosional negatif sampai 31% saat menyelesaikan sebuah teka-teki.</p><h3><strong>5. Kualitas tidur malam yang lebih baik</strong></h3><p>Banyak dari Ayah dan Ibu yang tidak terlalu mementingkan tidur siang karena beranggapan bahwa jika si Kecil sudah lelah di siang hari, ia akan lebih mudah tidur di malam hari.</p><p>Namun ternyata, menurut <a href="https://www.stlouischildrens.org/health-resources/pulse/napping-necessary">St. Louis Children’s Hospital</a>, ketika anak melewati tidur siang, biasanya ia akan merasa terlalu lelah saat waktunya tidur malam. Bukannya menjadi lebih mudah, yang terjadi malah sebaliknya. Ketika terlalu lelah, seringkali anak malah menjadi sulit tidur.</p><h2><strong>Berapa lama waktu tidur yang dibutuhkan anak?</strong></h2><p>Masih menurut <a href="https://www.stlouischildrens.org/health-resources/pulse/napping-necessary">St. Louis Children’s Hospital</a>, inilah lama waktu tidur yang dibutuhkan anak berdasarkannya usianya.</p><ul><li>9-12 bulan: 10-12 jam tidur malam, ditambah 2 kali tidur siang teratur</li><li>15-24 bulan: 10-12 jam tidur malam, ditambah 1 kali tidur siang (1½-2 jam)</li><li>24-36 bulan: 12 jam total tidur dalam sehari</li><li>5 tahun ke atas: Dapat menghilangkan tidur siang agar tidur lebih nyenyak di malam hari, namun jangan berhenti sebelum anak siap.</li></ul><h2><strong>Si Kecil tidak mau tidur siang, bagaimana mengatasinya?</strong></h2><p>Ada saat-saatnya ketika si Kecil menolak untuk memejamkan matanya. Baik karena masih ingin bermain, maupun karena belum merasa lelah. Ayah dan Ibu dapat mencoba beberapa strategi berikut.</p><h3><strong>1. Biasakan jam tidur yang konsisten</strong></h3><p>Buatlah rutinitas tidur siang. Buatlah si Kecil untuk tidur siang di jam yang sama setiap harinya, sehingga lama-lama ia merasa familiar.</p><h3><strong>2. Atur suasana yang nyaman</strong></h3><p>Sebelum tidur siang, buatlah rutinitas untuk membuat si Kecil merasa lebih rileks. Misalnya membacakan buku cerita atau mendengarkan alunan musik yang lembut.</p><h3><strong>3. Biarkan anak beraktivitas di kamar</strong></h3><p>Terkadang, anak benar-benar tidak mau disuruh untuk tidur, dan kita juga tidak bisa memaksanya. Kalau hal ini terjadi, tinggalkanlah si Kecil di kamar dengan lampu redup bersama mainannya. Jika anak tidak tertidur juga, setidaknya ia sudah beristirahat untuk memulihkan energinya.</p><p>Selain dengan tidur siang, Ayah dan Ibu bisa mengunduh <a href="https://icando.co.id/">aplikasi pendidikan anak</a> ICANDO untuk mengembangkan berbagai kemampuan si Kecil, lho. ICANDO hadir dengan banyak sekali <i>mini games</i> yang seru dan edukatif.</p>

Wajib Tahu, Inilah 5 Hak Anak di Rumah yang Harus Dipenuhi!

4 Pola Kelekatan Anak, Sudahkah Ibu Tahu?

Kenapa Bermain Bersama Anak Itu Penting?

Lakukan Ini agar Anak Rajin Gosok Gigi!

Intip 10 Cara Tepat Mengatasi Susah Makan Pada Anak Bagi Orang Tua Cermat

Apa Manfaat Tidur Siang untuk Anak?