contoh anak percaya diri

<p>Kepercayaan diri adalah salah satu kunci untuk menuju kesuksesan. Rasa percaya diri membantu kita untuk mencapai apa yang kita inginkan. Misalnya, kita menjadi berani untuk mengambil kesempatan atau risiko.</p><p>Begitupun dengan anak-anak. Anak-anak yang percaya diri memiliki keberanian untuk mencoba hal-hal baru. Mereka lebih cenderung memiliki keinginan untuk mencoba yang terbaik dan mereka merasa bangga dengan apa yang bisa mereka lakukan.</p><h2><strong>Contoh perilaku anak yang percaya diri&nbsp;</strong></h2><p>Tentunya Ayah dan Ibu berharap agar si Kecil dapat tumbuh besar menjadi pribadi yang percaya diri. Kira-kira, apakah sekarang anak sudah percaya diri? Ada beberapa contoh perilaku yang dapat menjadi ciri-ciri bahwa anak adalah pribadi yang percaya diri, simak di bawah ini!</p><h3>1. Berani mencoba hal baru</h3><p>Jangankan untuk anak-anak, bahkan untuk orang dewasa pun terkadang mencoba hal baru adalah hal yang menakutkan. Jika si Kecil berani mencoba hal baru, kemungkinan besar ia memiliki kepercayaan diri yang tinggi.</p><p>Misalnya, Ayah dan Ibu mendaftarkannya ke kelas taekwondo, yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Jika si Kecil percaya diri, akan lebih mudah baginya untuk berani mencobanya.</p><h3>2. Dapat membuat keputusan tanpa bantuan orang tua</h3><p>Dapat membuat keputusan sendiri juga merupakan contoh perilaku anak yang percaya diri. Contoh sederhananya seperti memilih sendiri pakaian yang ingin dipakai setelah mandi.</p><h3>3. Mampu menghadapi situasi sosial yang baru</h3><p>Beradaptasi pada situasi sosial yang baru bukanlah hal yang mudah. Seringkali, anak butuh bantuan Ayah dan Ibu untuk beradaptasi.&nbsp;</p><p>Namun, jika si Kecil hanya membutuhkan sedikit atau bahkan tidak membutuhkan bantuan sama sekali, kemungkinan besar ia memiliki kepercayaan diri yang tinggi.</p><h3>4. Tidak bergantung pada pujian</h3><p>Saat anak melakukan sesuatu yang baik, tentu Ayah dan Ibu ingin memberikannya apresiasi, salah satunya berupa pujian. Walaupun begitu, anak yang percaya diri cenderung melakukan tanggung jawabnya tanpa bergantung pada pujian dari Ayah dan Ibu.</p><h3>5. Mereka menunjukkan resiliensi</h3><p>Resiliensi adalah adalah kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit. Bersikap resilien adalah salah satu elemen penting dari kepercayaan diri yang baik.</p><h3>6. Suka membantu orang lain</h3><p>Mengutip dari artikel <a href="https://www.romper.com/p/9-early-signs-your-kid-will-be-confident-but-not-cocky-27981">Rompers</a>, psikolog Robert Brooks, penulis dari Raising Resilient Children, mengatakan bahwa ketika anak-anak merasa mereka membuat perbedaan, seperti membagikan cangkir di sekolah atau membawa kue ke panti jompo, mereka merasa lebih percaya diri. Oleh sebab itu, doronglah anak untuk membantu orang lain.</p><h2><strong>Tips untuk Orang Tua Menumbuhkan Percaya Diri Anak&nbsp;</strong></h2><p>Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam menumbuhkan rasa percaya diri anak. Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan oleh Ayah dan Ibu untuk membantu si Kecil menumbuhkan kepercayaan dirinya.</p><h3>1. Berikan pujian, tetapi jangan berlebihan</h3><p>Memberikan pujian saat anak berhasil melakukan sesuatu dapat membuatnya termotivasi untuk terus melakukan hal tersebut dan mencapai hasil yang terbaik.&nbsp;</p><p>Namun, jika Ayah dan Ibu terlalu sering memberikan pujian, si Kecil akan terbiasa dan menganggap bahwa itu adalah hal yang biasa, sehingga pujian tersebut tidak lagi memberikan “efek” yang sama.</p><p>Ayah dan Ibu juga bisa berfokus pada usaha yang anak lakukan dan dampak usaha tersebut bagi dirinya dan orang lain saat memberi pujian. Misalnya seperti “lihat deh, nenek jadi senang karena kakak menyapa nenek duluan.”</p><h3>2. Ajari anak melakukan hal-hal baru</h3><p>Saat anak berhasil melakukan sesuatu sendiri, ia akan mendapatkan rasa senang dari pencapaiannya, sehingga dapat meningkatkan rasa percaya dirinya. Oleh sebab itu, Ayah dan Ibu dapat memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan sesuatu sendiri, contohnya seperti mengajarkan menggosok gigi, mengancing baju, dan lain sebagainya,</p><h3>3. Biarkan anak membuat keputusannya sendiri</h3><p>Jika si Kecil mendapat kesempatan untuk mengambil keputusan sejak dini, ia akan mendapatkan kepercayaan diri terhadap penilaiannya sendiri.&nbsp;</p><p>Daripada langsung mengambil keputusan untuk anak, Ayah dan Ibu bisa memberikan dua atau tiga pilihan pada anak. Contoh, Ayah dan Ibu bisa memberikan pilihan menu makanan apa yang ingin ia makan hari ini.</p><h3>4. Jangan terus-terusan “menyelamatkan” anak</h3><p>Sebagai orang tua, tentu sudah menjadi insting kita untuk melindungi anak dari rasa sedih, rasa sakit, atau membuat kesalahan. Namun, anak-anak perlu tahu bahwa tidak apa-apa untuk gagal, merasa sedih, cemas, atau marah. Mereka belajar untuk sukses dengan mengatasi rintangan</p><h3>5. Menjadi panutan yang baik untuk anak</h3><p>Panutan utama dari seorang anak adalah orang tuanya. Saat Ayah dan Ibu berusaha melakukan tugas sehari-hari (seperti menyapu, memasak, mencuci piring, atau mencuci mobil), Ayah dan Ibu memberikan contoh yang baik untuk si Kecil.</p><h3>6. Biarkan anak membantu melakukan pekerjaan rumah</h3><p>Rasa percaya diri tumbuh ketika anak melihat bahwa apa yang ia lakukan penting bagi orang lain. Anak dapat membantu Ayah dan Ibu di rumah, melakukan proyek sukarela di sekolah, atau membantu saudaranya.</p><p>Jika si Kecil belum percaya diri, Ayah dan Ibu jangan khawatir. Kepercayaan diri bukanlah sesuatu yang tumbuh dalam semalam. Dengan dukungan Ayah dan Ibu, lama-kelamaan anak dapat menumbuhkan kepercayaan dirinya.</p><p>Yuk, mulai membiasakan hal-hal baik untuk meningkatkan kepercayaan diri anak. Dengan <a href="https://icando.co.id/"><i>game</i> interaktif anak</a> di aplikasi ICANDO, si Kecil bisa belajar kebiasaan baik seperti menggosok gigi, merapikan ruangan, mencuci tangan, dan lain sebagainya. <a href="http://icando.co.id/download"><i>Download game</i> edukasi anak</a> ICANDO sekarang!</p>

medium_contoh anak percaya diri.jpg

small_contoh anak percaya diri.jpg

thumbnail_contoh anak percaya diri.jpg

contoh anak percaya diri.jpg

<p>Devi Harvens adalah seorang praktisi di bidang perkembangan anak usia dini yang telah menyelesaikan S1 Ilmu Psikologi dan S2 Psikologi Anak Usia Dini di Universitas Indonesia dengan gelar Master Psikologi Terapan Anak Usia Dini. Ia berpengalaman lebih dari 5 tahun sebagai pengajar anak usia dini dari berbagai jenjang. Ia juga memiliki pengalaman sebagai pembicara dan moderator dalam berbagai webinar terkait isu-isu parenting dan telah menulis dalam beberapa jurnal nasional. Saat ini aktif sebagai penggerak pendidikan dan perkembangan anak usia dini melalui ICANDO.&nbsp;</p>

large_devi-harvens-psikologi-anak.jpg

medium_devi-harvens-psikologi-anak.jpg

small_devi-harvens-psikologi-anak.jpg

thumbnail_devi-harvens-psikologi-anak.jpg

devi-harvens-psikologi-anak.jpg

Devi Harvens, M.Psi.T

6 Contoh Anak Percaya Diri, Begini Perilakunya!

<p>Dalam rangka peringatan Hari Pahlawan, ICANDO kembali memberikan apresiasi kepada sekolah-sekolah pengguna ICANDO yang telah turut berjuang terapkan adaptasi digital di sekolahnya.&nbsp;</p><p>Berdasarkan keterangan dari Menteri Pendidikan Republik Indonesia (VOA Indonesia, 24 September 2022), saat ini Indonesia telah menjadi perintis dalam transformasi sistem pendidikan, termasuk teknologi digital dan telah mengilhami negara-negara anggota PBB lainnya. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang teknologi pendidikan, ICANDO juga turut andil dalam mendorong digitalisasi di Indonesia melalui sekolah.&nbsp;</p><p>Dalam proses adaptasi di sekolah, banyak tantangan yang dialami oleh guru juga para orang tua murid. Maka dari itu, setiap sekolah yang telah berjuang untuk menerapkan digitalisasi secara rutin dan konsisten, perlu mendapatkan apresiasi. ICANDO kembali menginisiasi program apresiasi kepada sekolah-sekolah yang berani menjadi pelopor digital di sekolah. Setelah masa penilikan keaktifan dan konsistensi sekolah dalam adaptasi digital menggunakan ICANDO, didapatkan 15 sekolah yang berhak mendapatkan penghargaan sebagai <strong>Sekolah Digital Terpadu Abad 21</strong>.&nbsp;</p><p>15 Sekolah yang mendapatkan apresiasi tersebut berasal dari berbagai daerah Indonesia, yakni TK Chong Ren dari Medan, TK Among Putro dari Yogyakarta, TK Cahaya Hati dari Jakarta, TK Emanuil dari Jakarta, PAUD Wijaya Kusuma dari Jakarta, TK PGR Rowosari dari Jember, TK Meriona dari Jakarta, TK Ibunda dari Tangerang Selatan, TK Negeri Susut Kaja dari Bali, TK Sunan Giri dari Jember, TK Al Amien dari Jember, TK Dharma Indria dari Jember, TK Darul Ulum dari Jember, dan TK Bakti dari Jember. Masing-masing sekolah mendapatkan hadiah <strong>Alat Permainan Edukatif Premium MAGIC BOX, Lembar Kerja Anak ICANDO </strong>dan <strong>Sertifikat Sekolah Digital Terpadu Abad 21.</strong></p><p>Dengan adanya program apresiasi ini, diharapkan sekolah semakin bersemangat untuk melakukan transformasi digital di masing-masing sekolah dan memotivasi sekolah lain untuk menerapkan digitalisasi.&nbsp;<i> </i>“Kita akan terus berjuang untuk gotong royong bersama para&nbsp;<i>stakeholder</i>, guru-guru dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia melalui transformasi digital”<i> </i>ujar Bunda Kiki sebagai Kepala Tim Pelatihan dan Pendampingan Sekolah ICANDO. Selamat kepada seluruh sekolah pemenang. Semoga semua hadiah bermanfaat dalam menunjang kegiatan pembelajaran yang semakin menyenangkan di sekolah!</p><p>Untuk pendaftaran penggunaan ICANDO atau demo ICANDO secara gratis, bisa menghubungi Halo ICANDO 081913120570.</p>

large_photo_2022-12-30_11-37-39.jpg

medium_photo_2022-12-30_11-37-39.jpg

small_photo_2022-12-30_11-37-39.jpg

thumbnail_photo_2022-12-30_11-37-39.jpg

photo_2022-12-30_11-37-39.jpg

ICANDO berikan Apresiasi SEKOLAH DIGITAL TERPADU kepada 15 Sekolah Teraktif Terapkan Digital di Sekolah

<p><strong>Jakarta, 12-14 Desember 2022</strong>. <strong>P3PAUD dan Dikmas DKI Jakarta </strong>bersama <strong>ICANDO </strong>mengadakan Pelatihan Digital untuk para guru PAUD se-DKI Jakarta secara virtual. Pelatihan digital tersebut diadakan dalam rangka turut mendukung program pemerintah DKI Jakarta dalam transformasi digital di Jakarta.&nbsp;</p><p>Pelatihan yang diselenggarakan selama 3 hari berturut-turut tersebut, dihadiri oleh +/- 1.000 lembaga/sekolah PAUD dari DKI Jakarta. Pelatihan dibuka oleh Bapak H. Sarikun selaku Kepala P3PAUD dan Dikmas DKI Jakarta, sedangkan materi pelatihan digital disampaikan oleh Tim ICANDO yakni Bapak Syaiful Lokan selaku CEO &amp; Founder ICANDO bersama Bunda Lidya selaku Tim Pelatihan Digital ICANDO. ICANDO adalah sebuah aplikasi digital berisikan game edukasi untuk anak usia dini yang juga dilengkapi aplikasi <i>learning management syste</i>m (LMS) untuk membantu tugas guru di sekolah yakni ICANDO Sekolah.&nbsp;</p><p>Pelatihan dengan tema <strong>“Transformasi Digital akan 100% Tuntaskan Administrasi &amp; Variasi Pembelajaran”,</strong> menjadi pelatihan yang sangat diminati oleh para guru PAUD di DKI Jakarta. Hal tersebut diungkapkan oleh salah satu peserta pelatihan yakni Ibu Dedeh, “<i>Saya rasa, saat ini kita semua sudah sangat perlu memulai menerapkan digital di sekolah. Tentunya selain membantu tugas guru, anak-anak pasti senang dengan metode belajar yang bervariasi.”</i></p><p>Bapak Syaiful Lokan juga menyampaikan bahwa ICANDO hadir dimulai dari keresahan guru-guru tentang kualitas pendidikan Indonesia yang masih pada peringkat bawah. ICANDO diciptakan sebagai media belajar yang efektif bagi anak dan diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan dan SDM kita untuk sekarang hingga 20 tahun ke depan. Mendengar materi yang diterangkan dari Tim ICANDO, para guru menjadi lebih bersemangat untuk menerapkan digitalisasi di masing-masing lembaga. Pemanfaatan digital di sekolah juga dihimbau oleh Bapak Sarikun,<i> “Sudah waktunya, setiap lembaga menerapkan digital, karena saat ini memang sudah memasuki era digital. Maka, selamat belajar untuk semua guru dan semangat menerapkannya setelah pelatihan ini”.&nbsp;</i></p><p>Dalam pelaksanaannya, pelatihan transformasi digital juga dikemas dengan menyenangkan karena tidak hanya menerima materi berbobot, para peserta juga diajak “jalan-jalan” digital ke dalam aplikasi ICANDO. Di dalam aplikasi ICANDO, tidak hanya hanya terdapat game edukatif, namun juga visual yang sangat menarik, penokohan yang mengangkat keIndonesiaan dan kebhinekaan, kegiatan bermusik, buku cerita digital, ensiklopedia digital, hingga video-video edukatif. &nbsp;</p><p>Di akhir acara, ICANDO juga membagikan belasan <i>doorprize</i> Alat Permainan Edukatif Premium MAGIC BOX ICANDO kepada para peserta yang berhasil menjawab quiz berhadiah. Untuk pendaftaran penggunaan ICANDO atau permintaan demo ICANDO secara gratis, bisa menghubungi Halo ICANDO 081913120570.</p>

large_2.jpeg

medium_2.jpeg

small_2.jpeg

thumbnail_2.jpeg

2.jpeg

P3PAUD DAN DIKMAS DKI JAKARTA GANDENG ICANDO DALAM MENDUKUNG TRANSFORMASI DIGITAL ABAD 21 DI DKI JAKARTA

Melatih Kecerdasan Interpersonal pada Anak

<p>Menurut Howard Gardner, kecerdasan memiliki banyak jenis. Ada kecerdasan olah tubuh, eksistensial, interpersonal, intrapersonal, linguistik, logika matematika, musikal, naturalis, dan spasial. Pada artikel ini kita akan membahas tentang kecerdasan interpersonal yang tak kalah penting untuk perkembangan si Kecil.</p><p><strong>Apa itu kecerdasan interpersonal?</strong></p><p>Mengutip dari <a href="https://www.uthsc.edu/tlc/intelligence-theory.php#:~:text=Interpersonal%20intelligence%20is%20the%20ability,ability%20to%20entertain%20multiple%20perspectives.">The University of Tennesse of Health Science Center</a>, kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain.&nbsp;</p><p>Kecerdasan Interpersonal melibatkan komunikasi verbal dan nonverbal yang efektif, kemampuan untuk mencatat perbedaan antara lain: kepekaan terhadap suasana hati dan temperamen orang lain, dan kemampuan untuk mempertimbangkan berbagai perspektif.&nbsp;</p><p>Guru, pekerja sosial, aktor, dan politisi semuanya menunjukkan kecerdasan interpersonal. Orang dewasa muda dengan kecerdasan seperti ini adalah pemimpin di antara teman-teman sebayanya, karena mereka pandai berkomunikasi, memahami perasaan, dan motif orang lain. Jika Si Kecil memiliki kecerdasan intrapersonal, ia akan mampu mengenali siapa dirinya. Dengan begitu Si Kecil jadi tahu tentang perasaan yang sedang ia rasakan atau menganalisis situasi yang sedang ia hadapi. Kecerdasan interpersonal tidak hanya membuat si kecil cakap dalam bersosialisasi, tapi juga membuat si kecil mampu mengendalikan emosi secara wajar dan lebih bijaksana dalam menyikapi perilaku orang di sekelilingnya.</p><p><strong>Kelebihan anak yang memiliki kecerdasan interpersonal</strong></p><p>Anak-anak yang memiliki kecerdasan interpersonal tentunya memiliki banyak kelebihan. Berikut adalah beberapa dari kelebihan-kelebihan tersebut:</p><ul><li>Suka bersama orang-orang dan berhubungan dengan mereka dengan sangat baik</li><li>Suka bekerja dalam tim untuk menyelesaikan tugas</li><li>Bisa memimpin dengan sangat baik</li><li>Menunjukkan kepedulian dan empati terhadap orang lain</li><li>Bisa membuat argumen yang sangat persuasif</li></ul><p><strong>Melatih kecerdasan interpersonal anak</strong></p><p>Memiliki kecerdasan interpersonal adalah anugerah sekaligus keterampilan. Beberapa memiliki bakat alami untuk berkomunikasi, tetapi mereka yang tidak memiliki bakat alami juga dapat mempelajarinya.</p><p>Untuk melatih kecerdasan interpersonal anak, Ayah dan Ibu bisa melakukan cara-cara yang dikutip dari <a href="https://www.parentree.in/Blogs/796-teaching-children-through-interpersonal-intelligence-multiple-intelligence-activities-toys-materials-examples">parentree</a> ini.</p><p><strong>1.&nbsp;Ajak untuk mengerjakan proyek bersama anak lain</strong></p><p>Ayah dan Ibu dapat menjadwalkan anak untuk belajar bersama teman sebayanya, atau bermain permainan yang membutuhkan kerja sama untuk menyelesaikannya.</p><p><strong>2. Berinteraksi dengan orang lain</strong></p><p>Atur anak untuk mengikuti kegiatan yang mengharuskannya untuk bertemu dan berinteraksi dengan orang-orang.</p><p><strong>3. Mengekspos anak ke berbagai macam orang&nbsp;</strong></p><p>Perkenalkan anak dengan berbagai macam orang dengan perbedaan latar belakang mereka.</p><p><strong>4. Bermain peran</strong></p><p>Banyak manfaat yang bisa didapatkan dari bermain peran, salah satunya untuk meningkatkan kemampuan kecerdasan interpersonal.</p><p><strong>5. Mendengarkan cerita anak</strong></p><p>Biarkan anak menjelaskan apa yang telah mereka pelajari atau temukan - dengarkan baik-baik, bahkan jika itu adalah sesuatu yang sudah Ayah dan Ibu ketahui, dan berinteraksilah dengannya. Ayah dan Ibu bisa menjadikan ini rutinitas harian, terjadi saat sarapan atau makan malam.</p><p><strong>6. Mengenal lingkungan sekitar</strong></p><p>Saat bepergian atau berkeliling, tunjukkan kepada anak berbagai macam lingkungan yang beragam seperti lingkungan pasar, lingkungan taman di komplek rumah, atau adat/kebiasaan di lingkungan baru yang dikunjungi.</p><p><strong>7. Beri tanggung jawab</strong></p><p>Beri anak tanggung jawab untuk memimpin tim dan temukan lebih banyak informasi tentang area tertentu atau beri mereka proyek untuk membuat sesuatu yang kompleks.</p><p>Ayah dan Ibu tentu memiliki peran penting untuk melatih kecerdasan interpersonal si Kecil. Yuk dukung kemampuan interpersonal si Kecil dengan menstimulasinya sejak dini.</p><p>Ayah dan Ibu juga bisa mengajari anak lewat <a href="https://icando.co.id/">aplikasi pendidikan anak</a> ICANDO. Aplikasi ini dilengkapi ribuan aktivitas yang dapat mengasah kemampuan si Kecil. <a href="http://icando.co.id/download"><i>Download</i> aplikasi permainan anak</a> ICANDO di App Store atau Play Store.</p>

large_kecerdasan-interpersonal.jpeg

medium_kecerdasan-interpersonal.jpeg

small_kecerdasan-interpersonal.jpeg

thumbnail_kecerdasan-interpersonal.jpeg

kecerdasan-interpersonal.jpeg

<p>Tria Zulviana adalah seorang praktisi di bidang pendidikan yang telah menyelesaikan S1 di Universitas Negeri Jakarta, Teacher Training di Tsukuba University, Jepang dan S2 di University College London Institute of Education. Ia pernah terpilih menjadi Participating Youth dalam program Ship for Southeast Asia Youth Program dan aktif mendiskusikan peran pemuda dalam pendidikan. Tria memiliki pengalaman mengajar selama kurang lebih sepuluh tahun di berbagai jenjang pendidikan dengan berbagai kurikulum. Ia berpengalaman menulis beragam artikel terkait pengembangan kemampuan abad 21, khususnya komunikasi dan kreativitas. Saat ini aktif sebagai penggerak pendidikan dan perkembangan anak usia dini melalui ICANDO.&nbsp;</p>

thumbnail_photo_2021-03-04_22-05-26 (1).jpg

photo_2021-03-04_22-05-26 (1).jpg

Tria Zulviana, M.A., TESOL

Bisakah Mengajarkan si Kecil Bersikap Adil Sejak Dini? Coba Tips Ini!

<p>Keadilan adalah salah satu fondasi moralitas yang memiliki peran kunci dalam kemampuan melakukan kerja sama dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu Ayah dan Ibu perlu menanamkan dan mengajarkan sikap adil pada si Kecil. Tapi bisakah sikap adil diajarkan pada si Kecil sejak dini?&nbsp;</p><p>Anak Usia Dini kerap kali dikorelasikan dengan sifat egosentris, atau cenderung memikirkan diri mereka sendiri terlebih dahulu. Tetapi, penelitian mengenai <a href="https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2016.01274/full">keadilan pada anak usia dini </a>menunjukan bahwa anak usia dini memiliki rasa keadilan yang tinggi. Observasi yang dilakukan pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa anak usia dini cenderung akan membagi permen secara adil ketika mereka diberikan kebebasan bagaimana mereka akan membaginya. Merujuk pada artikel <a href="https://blogs.scientificamerican.com/observations/do-kids-have-a-fundamental-sense-of-fairness/">Scientific American</a>, si Kecil tidak hanya memiliki nalar untuk membagi secara adil tetapi juga menolak jika ia atau temannya diperlakukan tidak adil.</p><p>Walaupun si Kecil diprediksikan telah memiliki rasa keadilan yang tinggi, Ayah dan Ibu sebaiknya tetap mengajarkan dan menanamkan sikap adil agar sifat tersebut menjadi karakter yang melekat pada diri si Kecil. Bagaimana cara mengajarkan sikap adil secara langsung pada si Kecil? Berikut adalah beberapa tips untuk mengajarkan si Kecil bagaimana caranya bersikap adil.</p><h3>1. Mendiskusikan tentang konsep keadilan</h3><p>Rasa keadilan yang dipercayai oleh si Kecil kebanyakan baru sebatas kesamarataan. Si Kecil dapat dengan mudah memahami konsep sama rata dengan benda konkret yang harus dibagi. Tetapi tentu saja konsep keadilan tidak hanya sebatas kesamarataan. Si Kecil perlu memahami bahwa keadilan berarti setiap orang mendapatkan apa yang mereka butuhkan.&nbsp;</p><p>Artikel yang ditulis oleh <a href="https://betterkids.education/blog/thats-not-fair-teaching-the-meaning-of-fairness">Samanta Song</a> mengungkapkan manfaat diskusi mengenai konsep keadilan untuk menumbuhkan empati pada diri anak. Ayah dan Ibu dapat menjelaskan pada anak bahwa adil tidak sama dengan membagi sama rata. Pada kasus tertentu, adik bayi membutuhkan makanan dengan porsi yang lebih sedikit daripada kakak. Tentu itu bukan karena ayah dan Ibu tidak adil, tetapi kakak membutuhkan asupan nutrisi lebih banyak daripada adik.&nbsp;</p><h3>2. Menjadi contoh</h3><p>Ayah dan Ibu adalah panutan utama dalam kehidupan si Kecil. Ia akan terus-menerus mengamati&nbsp; dan mengintegrasikan perilaku dan ucapan Ayah dan Ibu ke dalam kehidupan mereka sendiri. Sikap adil bisa di demonstrasikan melalui diskusi tentang pembagian tugas rumah, membagi makanan kepada anggota keluarga, atau menentukan rencana kegiatan yang ingin dilakukan di akhir pekan.&nbsp;</p><h3>3. Mendorong anak dalam pengambilan keputusan</h3><p>Paul Raeburn dan Kevin Zollman dalam bukunya <i>The Game Theorist’s Guide to Parenting </i>menjelaskan cara untuk mendorong si Kecil berbuat adil saat mengambil keputusan. Strategi<i> I cut, you pick </i>memberikan otoritas pada dua anak atau lebih untuk mengambil peran sebagai pembagi dan pemilih. Strategi ini dinilai lebih adil, karena jika orang dewasa yang membagi, masih akan ada celah untuk anak meributkan potongan mana yang lebih besar atau melabeli keputusan orang dewasa tidak adil.&nbsp;</p><p>Dengan memberikan peran sebagai pembagi dan pemilih, anak yang mendapatkan peran sebagai pembagi akan berusaha membagi nya dengan adil karena dia tidak mendapatkan kesempatan untuk memilih pertama. Sedangkan yang mendapatkan peran pembagi juga akan merasa puas karena dia memiliki kesempatan pertama untuk memilih. Dengan mengadopsi strategi ini, kedua belah pihak akan merasa puas dengan masing-masing pilihan.</p><h3>4. Membagi Kesempatan Pertama</h3><p>Ayah dan Ibu mungkin bisa membagi makanan menjadi dua bagian sama besar, tapi bagaimana jika yang diperebutkan adalah kesempatan kali pertama? Jika ayah dan Ibu membeli satu sepeda, dan kedua anak ingin menggunakannya untuk pertama kali, manakah yang seharusnya diberi kesempatan kali pertama? Paul Raeburn dan Kevin Zollman menawarkan dua cara. Cara pertama, tawarkan kesempatan dua kali lipat kepada anak yang mau mengalah. Jika anak pertama yang mendapatkan kesempatan pertama, maka anak kedua berhak akan dua kali waktu bermain dari anak pertama. Tapi bagaimana jika keduanya menginginkan waktu yang lama sehingga keduanya merelakan kesempatan pertama?&nbsp;</p><p>Paul Raeburn dan Kevin Zollman mengajukan strategi <i>auction</i>/lelang untuk mengatasi masalah ini. Mereka berpendapat dengan strategi lelang, orangtua bisa tahu siapa yang sangat menginginkan hal tersebut. Ayah dan Ibu bisa menggunakan pekerjaan rumah sebagai alat tukar. Misalnya untuk mendapatkan kesempatan pertama bersepeda, anak harus menyiram tanaman satu hari. Kesempatan pertama akan diberikan pada penawar tertinggi. Cara ini dinilai adil, dan memberikan kepuasan untuk semua anak.</p><h3>5. <i>Adopsi konsep Voting</i></h3><p>Dalam memutuskan satu hal, tak jarang semua anggota keluarga menginginkan hal yang berbeda. Gunakan voting sebagai cara yang adil untuk memutuskan sesuatu. Strategi voting memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk didengarkan suara nya dan menghargai suatu sistem/aturan. <i>Voting</i> juga menunjukkan, bahwa orangtua tidak bersikap diktator dalam menentukan sebuah keputusan. Ayah dan Ibu bisa menggunakan strategi voting untuk menentukan acara apa yang ingin ditonton, aktivitas apa yang ingin dilakukan di akhir pekan atau makanan penutup apa yang ingin dimakan.</p><h3><i>&nbsp;</i>6. Membiasakan komitmen dan <i>reinforcement</i> positif</h3><p>Komitmen untuk bersikap adil dan konsekuen terhadap kesepakatan akan menentukan bagaimana si Kecil akan memandang sebuah aturan. Jika ayah dan Ibu tidak memiliki komitmen yang baik saat menerapkan sebuah aturan, si Kecil akan melihatnya sebagai sebuah celah untuk bersikap curang. Ayah dan Ibu juga sebaiknya membiasakan untuk memberikan <i>reinforcement </i>positif akan sikap adil dan komitmen yang dilakukan oleh anak. Misalnya ketika si Kecil membagi kue nya dengan saudara atau temannya, ayah dan ibu bisa menyemangati mereka dengan memuji pembagian yang adil. Ayah dan Ibu juga bisa menyemangati si Kecil saat mereka melakukan tugas yang telah disepakati. Dukungan positif dari Ayah dan Ibu akan membuat si Kecil bersemangat dalam melakukan keadilan yang kelak akan melekat sebagai karakter si Kecil.</p><p>Nah, setelah membaca tips-tips di atas, bukannya tidak mungkin kan mengajarkan si Kecil bagaimana caranya bersikap adil?&nbsp; Untuk mendukung kemampuannya, Ayah dan Ibu juga bisa mengajari anak berbagai hal dengan <a href="https://icando.co.id/">aplikasi permainan anak</a>. Aplikasi ICANDO memiliki ribuan aktivitas untuk mengasah kemampuan anak di abad 21. <a href="http://icando.co.id/download"><i>Download</i> aplikasi permainan anak</a> ICANDO di App Store atau Play Store!</p>

large_bersikap-adil-compressed.jpg

medium_bersikap-adil-compressed.jpg

small_bersikap-adil-compressed.jpg

thumbnail_bersikap-adil-compressed.jpg

bersikap-adil-compressed.jpg

<p>Sebelum memasukkan anak ke jenjang pendidikan PAUD, mungkin Ayah dan Ibu bertanya-tanya, metode apa sih yang digunakan dalam pembelajaran PAUD?&nbsp;</p><p>Menurut <a href="http://repositori.kemdikbud.go.id/12860/1/Permendikbud%20No.%20137%20Tahun%202014%20-%20SN-PAUD.pdf">Permendikbud 137 tahun 2014</a> tentang Standar Nasional PAUD, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian rancangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.</p><p>Mengacu pada Pedoman Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, guru perlu memahami tentang pendekatan saintifik agar guru dapat memilih pendekatan pembelajaran yang paling sesuai dengan cara belajar anak.</p><p>Pada artikel ini, kita akan membahas bagaimana cara belajar anak usia dini, prinsip pembelajaran PAUD, serta metode pembelajaran PAUD.</p><h2><strong>Karakteristik Belajar Anak Usia Dini</strong></h2><h3>1. Anak belajar secara bertahap</h3><p>Anak merupakan pembelajar alami. Anak memulai belajarnya sejak lahir dan terus berkembang secara bertahap, sesuai pengalaman yang mereka miliki. Mereka belajar dengan cara:</p><ol><li>Bertahap, sesuai dengan tingkat kematangan perkembangan berpikirnya</li><li>Mulai segala sesuatu dari hal-hal yang bersifat konkret ke abstrak</li><li>Menggunakan seluruh indranya, yaitu dengan melihat, mendengar, menghidu, merasa, dan meraba. Oleh karena itu, anak dapat mengamati, menghidu berbagai aroma, mendengarkan berbagai macam bunyi, merasakan, mencicipi, mendorong, menarik, menggerak-gerakkan benda dengan berbagai cara yang disukainya, dll.</li></ol><h3>2. Cara berpikir anak bersifat khas</h3><p>Cara anak berpikir berakar dari pengalamannya sehari hari. Sumber pengalaman anak didapat dari:&nbsp;</p><ol><li>Pengalaman sensori, yaitu saat anak menggunakan indranya (penglihatan, pendengaran, penghidu, perasa/pengecap, peraba).</li><li>Pengalaman berbahasa yang didapatkan anak saat mereka berkomunikasi dengan teman, orang tua, guru, atau orang lain.</li><li>Pengalaman budaya yang didapatkan anak melalui kebiasaan di rumah, nilai yang diterapkan dalam keluarga termasuk yang berlaku di lingkungannya.</li><li>Pengalaman sosial yang diperoleh dari teman sepermainan, perilaku orang dewasa, dan lain-lain.</li><li>Pengalaman yang bersumber dari buku dan media massa, seperti surat kabar, majalah, televisi, radio, dan lain-lain.</li></ol><h3>3. Anak belajar dengan berbagai cara</h3><p>Anak senang mengamati dan menggunakan mainannya dengan berbagai cara. Misalnya, mobil-mobilan dapat digerakkan maju mundur, dimainkan rodanya, dibongkar, dll. Namun, orang dewasa sering menginginkan anak untuk bermain seperti yang dipikirkan mereka.&nbsp;</p><p>Sebaiknya, anak perlu diberi kesempatan untuk memainkan alat permainan dengan berbagai cara sehingga menemukan pengetahuan atau pengalaman baru. Orang dewasa berperan memperkuat atau memberikan makna terhadap pengetahuan atau pengalaman yang didapatkan oleh anak.</p><h3>4. Anak belajar saat bersosialisasi</h3><p>Anak memperoleh banyak pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi dengan lingkungannya. Kemampuan berbahasa, kemampuan sosial-emosional, dan kemampuan lainnya berkembang pesat bila anak diberi kesempatan bersosialisasi dengan teman, benda/alat main, dan orang-orang yang ada di sekitarnya.&nbsp;</p><h2><strong>Prinsip Pembelajaran PAUD</strong></h2><h3>1. Belajar melalui bermain</h3><p>Pemberian rangsangan pendidikan dengan cara yang tepat melalui bermain dapat memberikan pembelajaran yang bermakna pada anak.&nbsp;</p><h3>2. Berorientasi pada perkembangan anak</h3><p>Guru harus mampu mengembangkan semua aspek perkembangan sesuai dengan usia anak. Perkembangan anak tergantung pada kematangan anak. Kematangan anak dipengaruhi oleh status gizi, kesehatan, pengasuhan, pendidikan, dan faktor bawaan.&nbsp;</p><h3>3. Berorientasi pada kebutuhan anak secara menyeluruh</h3><p>Guru harus mampu memberi rangsangan pendidikan atau stimulasi sesuai dengan kebutuhan anak, termasuk anak yang mempunyai kebutuhan khusus. Agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, diperlukan:</p><ol><li>Kesehatan dan gizi yang memadai</li><li>Pengasuhan yang tepat</li><li>Pendidikan</li><li>Pemenuhan serta perlindungan terhadap hak-hak anak (hak atas kelangsungan hidup, partisipasi, tumbuh dan berkembang, perlindungan)</li></ol><h3>4. Berpusat pada anak</h3><p>Anak diberi kesempatan untuk mencari, menemukan, menentukan pilihan, mengemukakan pendapat, dan aktif melakukan serta mengalami sendiri. Dengan demikian, anak berperan sebagai pusat pembelajaran.</p><h3>5. Pembelajaran aktif</h3><p>Guru perlu menciptakan banyak kegiatan menarik yang dapat membangkitkan rasa ingin tahu serta memotivasi berpikir kritis dan kreatif pada anak. Anak didorong untuk menjadi pembelajar aktif, yaitu melakukan aktivitas belajar atas dasar ide anak, bukan hanya mengikuti instruksi atau arahan guru. Ketika menjadi pembelajar aktif, seluruh pancaindra, anggota tubuh, dan proses berpikir anak juga aktif.&nbsp;</p><h3>6. Berorientasi pada pengembangan karakter</h3><p>Pemberian rangsangan pendidikan dan pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan nilai-nilai karakter. Pengembangan nilai-nilai karakter dilakukan secara terpadu baik melalui pembiasaan dan keteladanan yang bersifat spontan maupun terprogram.</p><h3>7. Berorientasi pada pengembangan kecakapan hidup</h3><p>Pemberian rangsangan pendidikan dan pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan kecakapan hidup anak yang mencakup kompetensi abad 21 (berkomunikasi, berkolaborasi, berpikir kritis dan kreatif). Pengembangan kecakapan hidup dilakukan secara terpadu baik melalui pembiasaan, keteladanan, maupun kegiatan bermain yang terprogram.</p><h3>8. Lingkungan kondusif</h3><p>Lingkungan pembelajaran diciptakan sedemikian rupa agar menarik, menyenangkan, aman, dan nyaman bagi anak. Penataan ruang diatur agar anak dapat berinteraksi dengan guru, pengasuh, dan anak lain. Lingkungan yang kondusif mampu mendorong munculnya proses pemikiran ilmiah. Lingkungan yang kondusif atau yang mendukung mencakup suasana yang baik, waktu yang cukup, dan penataan yang tepat.&nbsp;</p><h3>9. Berorientasi pada pembelajaran demokratis</h3><p>Pembelajaran yang demokratis sangat diperlukan untuk mengembangkan rasa saling menghargai. Pembelajaran demokratis memupuk sikap konsisten pada gagasan sendiri, namun tetap menghargai orang lain dan mentaati aturan.&nbsp;</p><h3>10. Menggunakan berbagai media dan sumber belajar</h3><p>Penggunaan media dan sumber belajar yang beragam memiliki tujuan agar pembelajaran menjadi lebih kontekstual dan bermakna, serta lebih dekat dengan kehidupan anak.&nbsp;</p><h2><strong>5 Metode Pembelajaran PAUD</strong></h2><p>Mengutip dari <a href="https://www.paud.id/metode-pembelajaran-paud-teknis-mengajar/">paud.id</a>, secara umum, setidaknya ada lima teknis mengajar dan metode pembelajaran PAUD, yaitu metode bermain, metode bercerita, metode menyanyi atau musik, metode karyawisata, dan metode demonstrasi.</p><h3>1. Metode bermain</h3><p>Dunia anak usia dini berpusat pada bermain. Sesuai dengan namanya, metode bermain menerapkan permainan sebagai pembelajaran siswa. Berdasarkan penelusuran literatur maupun pengamatan sepintas di lapangan, metode ini terbukti efektif.</p><p>Setidaknya ada 5 manfaat nyata dari metode bermain ini, di antaranya yaitu:</p><ul><li>Manfaat motorik, yaitu manfaat yang berhubungan dengan nilai-nilai positif bermainyang terjadi pada fisik jasmani anak;</li><li>Manfaat afeksi, yaitu manfaat bermain yang berhubungan dengan perkembangan psikologis anak;</li><li>Manfaat kognitif yang merupakan manfaat bermainuntuk perkembangan kecerdasan anak, biasanya ini berhubungan dengan kamampuan imajinasi pada anak;</li><li>Manfaat spiritual, yaitu manfaat bermain yang menjadi dasar pembentukan nilai-nilai kesucian maupun keluhuran akhlak manusia;</li><li>Manfaat keseimbangan, yaitu manfaat yang berfungsi untuk melatih dan mengembangkan perpaduan nilai-nilai positif dan negatif dari bermain.</li></ul><h3>2. Metode bercerita</h3><p>Metode bercerita adalah metode pembelajaran anak usia dini yang menggunakan teknik guru bercerita tentang suatu legenda, dongeng, mitos, atau suatu kisah yang di dalamnya disisipkan pesan-pesan moral tertentu.</p><p>Hal ini akan berguna bagi anak ketika suatu saat ia menemukan masalah yang hampir mirip dengan kisah atau dongeng yang pernah diceritakan gurunya. Dari kisah-kisah tersebut, alam bawah sadar anak akan memicu nalar konstruktif pemecahan masalah yang dihadapi sesuai pesan-pesan moral atau intelektual yang diajarkan.</p><h3>3. Metode menyanyi atau musik</h3><p>Metode menyanyi adalah metode pembelajaran anak usia dini yang menggunakan media nyanyian sebagai wahana belajar anak.&nbsp;</p><p>Grace Soedargo, seorang musisi dan pendidik, berpendapat bahwa dasar-dasar musik klasik secara umum berasal dari ritme denyut nadi manusia sehingga musik mampu berperan besar dalam perkembangan otak serta pembentukan jiwa, karakter, dan raga manusia.</p><h3>4. Metode karyawisata</h3><p>Menurut Sagala (2007),&nbsp; karyawisata sebagai metode pembelajaran peserta didik di bawah bimbingan guru mengunjungi tempat – tempat tertentu dengan maksud belajar.&nbsp;</p><p>Karyawisata juga bisa dikatakan sebagai cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak peserta didik ke suatu objek tertentu di luar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki secara langsung seperti bengkel, pabrik, kebun binatang, alam sekitar dan sebagainya.&nbsp;</p><p>Kendati pun karya wisata banyak memiliki nilai nonakademis, tetapi tujuan umum pendidikan dapat dicapai, terutama mengenai wawasan dan pengalaman tentang dunia luar seperti kunjungan ketempat – tempat situs bersejarah, museum, peternakan yang sistematis, dan sebagainya</p><h3>5. Metode demonstrasi</h3><p>Demonstrasi berarti menunjukkan dan menjelaskan. Jadi, dalam demonstrasi kita menunjukkan dan menjelaskan cara-cara mengerjakan sesuatu. Melalui demonstrasi, anak diharapkan dapat mengenal langkah-langkah pelaksanaan. Demonstrasi mempunyai makna penting bagi anak, yaitu:</p><ul><li>Dapat memperlihatkan secara konkret apa yang dilakukan.</li><li>Membantu mengembangkan kemampuan mengamati kemampuan mengamati secara cermat dan teliti.</li><li>Membantu mengembangkan kemampuan untuk melakukan segala pekerjaan secara teliti, cermat, dan tepat.</li><li>Membantu mengembangkan peniruan dan pengenalan secara tepat..</li></ul><p>Nah, setelah mengetahui metode pembelajaran PAUD di atas, apakah Ayah dan Ibu sudah siap memasukkan si Kecil ke PAUD?</p><p>Ayah dan Ibu juga bisa lo, mempersiapkan pembelajaran si Kecil dengan <a href="https://icando.co.id/">aplikasi belajar anak PAUD</a> ICANDO. Aplikasi ini menyediakan berbagai aktivitas edukatif yang berpusat pada anak, sesuai dengan prinsip pembelajaran PAUD. <a href="http://icando.co.id/download"><i>Download</i> aplikasi pendidikan anak</a> ICANDO di App Store maupun Play Store!</p>

medium_metode-pembelajaran-paud.jpeg

small_metode-pembelajaran-paud.jpeg

thumbnail_metode-pembelajaran-paud.jpeg

metode-pembelajaran-paud.jpeg

5 Metode Pembelajaran PAUD yang Wajib Diketahui

metode pembelajaran paud

<p>Berbicara tentang model pembelajaran, baik <i>discovery learning</i> dan <i>inquiry-based learning</i> mungkin sudah tidak asing lagi. Lalu, apa beda kedua metode pembelajaran tersebut? Mari kita mulai dengan mengenal kedua model pembelajaran ini satu per satu.</p><h2><i><strong>Discovery Learning</strong></i></h2><p><i>Discovery learning</i> merupakan model pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk membangun pengetahuan baru dengan menemukan fakta melalui penggunaan intuisi, imajinasi dan kreativitas mereka dan mengkorelasikan pengetahuan baru tersebut dengan pengalaman dan pengetahuan masa lalu.</p><p>Dikutip dari <a href="https://elearningindustry.com/discovery-learning-model">eLearning Industry</a>, berikut adalah model pembelajaran <i>discovery learning</i> ini mengikuti 5 prinsip:</p><h3>1. Pemecahan masalah</h3><p>Fasilitator berperan untuk membimbing dan memotivasi peserta didik dalam mencari solusi dengan menggabungkan informasi yang ada dan yang baru diperoleh, kemudian menyederhanakan pengetahuan tersebut.&nbsp;</p><p>Dengan cara ini, peserta didik menjadi pemegang kemudi dalam pembelajaran, mengambil peran aktif dan membangun keterampilan yang lebih luas melalui kegiatan yang mendorong pemecahan masalah, dan penyelidikan.</p><h3>2. Manajemen peserta didik</h3><p>Fasilitator memberikan ruang bagi peserta didik untuk bekerja sendiri atau dengan orang lain, dan belajar dengan kecepatan mereka sendiri. Fleksibilitas ini membuat belajar menjadi kebalikan dari pelajaran dan kegiatan yang cenderung statis. Kondisi ini membebaskan peserta didik dari tekanan yang tidak perlu dan membuat mereka merasa lebih mandiri.</p><h3>3. Mengintegrasikan dan menghubungkan</h3><p>Fasilitator memiliki peran untuk membimbing peserta didik dalan menggabungkan pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan yang baru, dan mendorong mereka untuk mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam konteks dunia nyata.</p><h3>4. Analisis dan interpretasi informasi</h3><p><i>Discovery learning</i> lebih berorientasi pada proses dibandingkan pada hasil akhir, dan didasarkan pada asumsi bahwa pembelajaran bukan hanya sekadar kegiatan menguumpulkan fakta. Peserta didik didorong untuk menganalisis dan menafsirkan informasi yang diperoleh selama proses belajar berlangsung, dibandingkan menghafal jawaban yang benar.</p><h3>5. Kegagalan dan masukan</h3><p>Belajar tidak hanya terjadi ketika kita menemukan jawaban yang benar. Itu juga terjadi melalui kegagalan. <i>Discovery learning</i> tidak berfokus pada menemukan hasil akhir yang tepat, tetapi hal-hal baru yang kita temukan dalam prosesnya. Hal itu menjadi tanggung jawab fasilitator dalam memberikan umpan balik untuk melengkapi proses pembelajaran.</p><h2><i><strong>Inquiry-based Learning</strong></i></h2><p>Mengutip dari <a href="http://www.edu.gov.on.ca/eng/literacynumeracy/inspire/research/CBS_inquirybased.pdf">Ontario Ministry of Education</a>, <i>inquiry-based learning</i> adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pertanyaan, ide, dan pengamatan siswa. Model pembelajaran ini seringkali dibantu oleh seorang fasilitator.</p><p>Ada 4 jenis <i>inquiry</i> yang sering digunakan:</p><h3>1. <i>Confirmation inquiry</i></h3><p>Fasilitator memberikan pertanyaan serta metode kepada peserta didik mengenai hal-hal yang sudah diketahui. Tujuannya adalah untuk mengkonfirmasi pengetahuan dan hasil belajar yang dilakukan sebelumnya. Hal ini memungkinkan peserta didik untuk memperkuat ide-ide yang sudah matang, dan untuk melatih keterampilan investigasi mereka.</p><h3>2. <i>Structured inquiry</i></h3><p>Peserta didik diberikan pertanyaan dan metode yang disusun secara terstruktur untuk mencapai hasil. Tujuannya agar peserta didik dapat memberikan penjelasan yang sudah didukung oleh bukti-bukti yang dikumpulkan selama dan melalui proses investigasi.</p><h3>3.<i> Guided inquiry</i></h3><p>Fasilitator memberikan topik yang bertujuan mengarahkan peserta didik dalam membuat pertanyaan, merancang metode investigasi dan kemudian menguji pertanyaan itu sendiri. Jenis penyelidikan ini biasanya tidak terstruktur seperti bentuk-bentuk yang disebutkan sebelumnya.</p><h3>4. <i>Open inquiry</i></h3><p>Peserta didik harus membentuk pertanyaan mereka sendiri, merancang metode investigasi, dan kemudian melakukan inkuiri itu sendiri. Mereka harus mempresentasikan hasil mereka di akhir proses.</p><h2><strong>Perbedaan </strong><i><strong>discovery learning</strong></i><strong> dan </strong><i><strong>inquiry-based learning</strong></i></h2><p>Kesamaan antara model pembelajaran <i>discovery learning</i> dan <i>inquiry-based learning</i> terletak terutama pada kebutuhan berpikir kritis, yang nantinya akan memicu peserta didik untuk menghasilkan segudang pertanyaan atau inkuiri. Selain itu, kedua model pembelajaran ini juga menekankan keaktifan peserta didik dalam memperoleh pengetahuan baru.</p><p>Perbedaan kedua model pembelajaran tersebut terletak pada urutan kronologis proses pembelajaran dan bagaimana peserta didik dirancang untuk terlibat dengan variabel pembelajaran di sekitarnya.&nbsp;</p><p>Dalam <i>discovery learning</i>, peserta didik dianggap sudah memiliki pengetahuan dan pengalaman sebagai dasar pengembangan pengetahuan baru yang akan diperoleh. Peserta didik kemudian membuat hipotesis dan melakukan pengumpulan data serta pembuktian melalui kegiatan pengamatan, percobaan, atau manipulasi objek, sebelum mengambil keputusan sebelum akhirnya menemukan kebenaran teori.&nbsp;</p><p>Sebaliknya, <i>inquiry-based learning</i> menuntut peserta didik untuk terlibat langsung dengan fenomena dan kasus kehidupan nyata tanpa membekali mereka dengan teori tetap. Peserta didik dituntut untuk menghasilkan aturan dan teori pemandu berdasarkan pengamatan mereka terhadap kasus dan fenomena nyata tersebut.&nbsp;</p><p><i>Inquiry</i> menekankan pada proses mencari atau penelitiannya, sedangkan <i>discovery</i> menekankan pada penemuannya. Jika seseorang menggunakan metode pencarian (berinkuiri), kemungkinan besar akan menemukan, dan suatu penemuan (<i>discovery</i>) adalah hasil dari suatu pencarian.</p><p>Model pembelajaran <i>discovery learning</i> ini juga bisa digunakan pada anak usia dini. ICANDO, <a href="https://icando.co.id/"><i>game</i> pendidikan anak usia dini</a>, mengemas pembelajaran jadi menyenangkan tetapi tetap edukatif. <a href="https://play.google.com/store/apps/details?id=com.icando.edugame&amp;hl=in&amp;gl=US"><i>Download</i> aplikasi belajar anak usia dini</a> ICANDO dan ajak si Kecil belajar sambil bermain!</p>

medium_perbedaan-discovery-inquiry.jpeg

small_perbedaan-discovery-inquiry.jpeg

thumbnail_perbedaan-discovery-inquiry.jpeg

perbedaan-discovery-inquiry.jpeg

Discovery Learning dan Inquiry-Based Learning: Apa Perbedaannya?

inquiry vs discover

<p>Rutinitas malam sebelum tidur merupakan waktu yang tepat bagi Ayah dan Ibu untuk mengakrabkan diri dengan si Kecil. Bisa dengan bertanya tentang kisah si Kecil selama di sekolah, atau juga dengan berbagi kisah fiksi untuk menanamkan nilai-nilai moral si Kecil sejak dini.&nbsp;</p><p>Salah satu kisah fiksi yang paling digemari si Kecil adalah cerita khayalan atau fantasi yang bertokohkan binatang. Binatang dianggap mampu menginterpretasikan imajinasi si kecil tentang suatu kejadian.&nbsp;</p><p>Terlebih lagi jika berkaitan dengan sikap dan perbuatan manusia. Maka tidak mengherankan bila si Kecil lebih mudah menangkap pesan moral pada cerita fabel.</p><h2><strong>Apa itu fabel?</strong></h2><p>Fabel adalah cerita fiksi yang diperankan oleh binatang namun mampu menggambarkan watak serta perilaku manusia pada umumnya. Cerita fiksi ini menggunakan binatang sebagai tokoh pengganti manusia.&nbsp;</p><p>Namun, karakter binatang pada fabel digambarkan seolah-olah memiliki sifat dan kemampuan seperti manusia. Misalnya berpikir, bersikap, berbicara, berinteraksi dan memiliki perasaan. Kadang kala pada fabel juga ada tokoh manusia yang menjadi minoritas dalam penokohan cerita.&nbsp;</p><p>Tujuan dari adanya fabel adalah memberikan ajaran moral dengan menunjukkan sifat jelek manusia yang ditokohkan oleh binatang. Apabila tokohnya berwujud manusia, dikhawatirkan si Kecil merasa manusia lain memiliki sifat buruk seperti yang diceritakan.&nbsp;</p><p>Selain itu, binatang dinilai mampu mewujudkan imajinasi si Kecil karena bentuknya lucu dan unik.</p><h2><strong>Ciri-ciri Fabel</strong></h2><p>Pada umumnya, fabel adalah cerita fiksi yang dikarang oleh penulis dongeng. Fabel memiliki ciri-ciri yang berbeda daripada jenis cerita fiksi lainnya seperti novel, sagar, mitos, legenda, dan sebagainya. Berikut ini adalah ciri-ciri fabel yang membedakan dengan lainnya.</p><ul><li>Tokoh utama adalah binatang</li><li>Pendahuluan sangat singkat dan langsung tanpa basa-basi</li><li>Alur ceritanya sederhana dan tidak terlalu panjang</li><li>Cerita berlangsung singkat dan waktu bergerak cepat</li><li>Karakter tokoh tidak diuraikan secara rinci</li><li>Gaya penceritaan secara lisan</li><li>Tema cerita biasanya berhubungan dengan kehidupan sehari-hari atau interaksi sosial</li><li>Perwatakan yang digambarkan menyerupai manusia</li><li>Tokoh binatang dapat berpikir, berkomunikasi dan bertingkah laku seperti manusia</li><li>Menggunakan sudut pandang orang ketiga</li><li>Menggunakan alur waktu maju</li><li>Di dalamnya terkandung amanat dan pesan bagi pembacanya</li><li>Judul fabel biasanya berupa nama binatang</li></ul><p>Salah satu ciri fabel yang khas adalah judulnya sangat khas dengan nama binatang. Itulah salah satu cara paling mudah untuk membedakan fabel dengan jenis cerita fiksi lainnya.&nbsp;</p><p>Berikut ini adalah beberapa judul fabel yang terkenal dan langsung dapat dikenali dari judulnya bahwa cerita fiksi di dalamnya berjenis fabel:</p><ul><li>Kisah Kancil dan Buaya</li><li>Kura-Kura dan Sepasang Itik</li><li>Tupai yang Sombong</li><li>Burung Gagak dan Sebuah Kendi</li><li>Kisah Kera dan Ayam</li><li>Anjing dan Bayangannya</li><li>Monyet dan Kucing yang Memanggang Kacang</li><li>Ikan Emas Ajaib</li><li>Katak dan Permata</li><li>Gajah yang Baik Hati</li></ul><h2><strong>Struktur Fabel</strong></h2><p>Adapun fabel memiliki struktur penceritaannya sendiri. Struktur fabel dimulai dari orientasi, mengarah ke komplikasi, lalu berlanjut ke resolusi dan berakhir pada kode. Berikut ini akan diuraikan secara rinci mengenai struktur fabel.</p><p>1. Orientasi</p><p>Orientasi merupakan sebuah pendahuluan atau permulaan pada sebuah cerita yang berisi tentang pengenalan tokoh, pengenalan latar tempat dan waktu, serta pengenalan latar belakang atau tema. Struktur ini diletakkan di bagian awal karena memiliki tujuan untuk memberikan gambaran umum isi fabel kepada pembacanya</p><p>2. Komplikasi</p><p>Komplikasi merupakan bagian dari fabel yang berisi tentang permasalahan yang dialami tokoh. Pada bagian ini, tokoh mengalami suatu kesulitan yang membutuhkan saran atau solusi dari tokoh lain.</p><p>3. Resolusi</p><p>Resolusi adalah bagian dari fabel yang menceritakan tentang pemecahan masalah atau rekomendasi solusi yang dapat dilakukan oleh tokoh utama. Dalam hal ini mengandung pesan tersirat yang mengajarkan pada nilai-nilai moral kehidupan</p><p>4. Koda</p><p>Koda adalah bagian akhir dari fabel yang berisi pesan moral atau amanat yang hendak disampaikan oleh pengarang. Pesan moral ini biasanya tertulis dengan jelas untuk menggarisbawahi pesan moral utama yang diangkat.</p><h2><strong>Jenis Fabel</strong></h2><p>Setelah memahami ciri-ciri dan struktur fabel, maka dapat dipahami bahwa fabel juga memiliki banyak jenis. Jenis fabel sendiri terbagi berdasarkan waktu kemunculannya.&nbsp;</p><p>Ada fabel yang sudah cukup lama diterbitkan dan telah terkenal di telinga orang-orang, tetapi ada juga fabel yang baru diterbitkan baru-baru ini dengan ciri khas tertentu. Fabel dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu fabel klasik dan fabel modern.</p><p>1. Fabel Klasik</p><p>Fabel klasik merupakan cerita fiksi tentang binatang yang telah ada sejak zaman dahulu, bahkan tidak diketahui waktu kemunculannya secara persis. Kisah ini telah diwariskan secara turun-temurun kepada anak cucu secara lisan.&nbsp;</p><p>Biasanya fabel klasik memiliki cerita yang sangat pendek dengan tema yang sederhana. Selain itu fabel klasik sangat kental dengan petuah atau moral karena menjadi salah satu sarana penyampaian pesan moral kepada anak-anak.&nbsp;&nbsp;</p><p>2. Fabel Modern</p><p>Fabel modern merupakan cerita fiksi tentang binatang yang muncul dalam waktu yang relatif baru. Biasanya telah ada di buku-buku pengarang maupun tertulis dalam sebuah majalah ataupun artikel pada website. Fabel modern ini memiliki panjang cerita yang beragam, ada yang pendek maupun panjang.</p><p>Selain itu, fabel modern tidak lagi sesederhana dulu. Cerita telah melebar dan mengalami perluasan latar tempat dan waktu sehingga menjadikannya lebih rumit. Karakter di dalam fabel memiliki sifat yang unik. Biasanya fabel modern melahirkan banyak pesan moral yang dapat diambil oleh pembaca</p><p>Untuk anak yang masih berusia 2-5 tahun, Ayah dan Ibu dapat memberikan fabel klasik sebagai pengantar tidur si Kecil. Cerita yang sederhana dan tidak terlalu panjang, lebih mudah dipahami oleh si Kecil yang masih berusia balita.&nbsp;</p><p>Apabila si Kecil sudah memasuki usia TK atau SD, maka Ayah dan Ibu dapat mengajaknya untuk mengenal fabel modern. Fabel modern memang lebih panjang dalam menguraikan kisahnya, maka dari itu Ibu dan Ayah dapat mengatasinya dengan cara membacakan cerita fabel dalam jangka waktu tertentu. Misalnya, fabel modern yang terdiri dari 1000 kata baru bisa tamat pada hari ke-3 atau ke-4.&nbsp;</p><p>Dalam hal ini Ayah dan Ibu dapat menerapkan makna kesabaran pada si Kecil. Selain itu, Ayah dan Ibu juga telah mengungkapkan konsistensi untuk tidur tepat waktu. Tidak perlu menghabiskan kisah fabel pada malam itu dikarenakan tubuh si Kecil perlu istirahat.</p><p>Ayah dan Ibu dapat memberikan penerapan yang baik kepada si Kecil melalui pesan moral di dalam fabel. Fabel mampu mewujudkan harapan Ayah dan Ibu untuk menyampaikan amanat berperilaku baik kepada si Kecil dengan cara yang menyenangkan.</p><p>Oh iya, ada kabar baik nih untuk Ayah dan Ibu. Ayah dan Ibu&nbsp; bisa menerapkan tips di artikel ini lewat cerita fabel. Lewat cerita fabel, si Kecil bisa mengenal beraneka ragam hewan. Ayah dan Ibu hanya tinggal mengunduh aplikasi pendidikan ICANDO. Di dalam aplikasinya, ada banyak buku cerita menarik dan ensiklopedia. Yuk unduh ICANDO sekarang!</p><p>Referensi:</p><p>Arum Sutrisni Putri (Penulis Artikel), (2020, Januari 19). <i><strong>Fabel: Pengertian, Ciri dan Unsurnya</strong></i>. Retrieved February, 2021. <a href="https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/19/070000469/fabel-pengertian-ciri-dan-unsurnya?page=all">https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/19/070000469/fabel-pengertian-ciri-dan-unsurnya</a></p><p>Ase Satria (Penulis Artikel), (2016, Agustus). <i><strong>Pengertian, Struktur Teks Cerita Fabel, Kaidah Kebahasaan Serta Contoh Teks Cerita Fabel. </strong></i>Retrieved February, 2021. <a href="https://www.materibelajar.id/2016/08/pengertian-struktur-teks-cerita-fabel.html">https://www.materibelajar.id/2016/08/pengertian-struktur-teks-cerita-fabel.html</a></p><p>Samhis Setiawan (Penulis Artikel), (2021, Januari 8). <i><strong>Fabel: Pengertian dan Ciri, Struktur, Jenis, Contoh. </strong></i>Retrieved February, 2021. <a href="https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-fabel/">https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-fabel/</a></p>

medium_cerita-fabel.jpg

small_cerita-fabel.jpg

thumbnail_cerita-fabel.jpg

cerita-fabel.jpg

Pengertian, Jenis, dan Contoh Cerita Fabel untuk si Kecil

pengertian jenis dan contoh cerita fabel

<p>Sejak diterapkannya Kurikulum 2013 (K-13) di Indonesia, pembelajaran tematik menjadi pendekatan pembelajaran yang dianjurkan untuk diimplementasikan pada tingkat pendidikan awal, termasuk jenjang pendidikan anak usia dini.</p><p>Tetapi sebenarnya apa sih pembelajaran tematik itu? Mengapa pembelajaran tematik dianjurkan? Yuk, cari tahu lebih lanjut!</p><h2><strong>Pengertian pembelajaran tematik</strong></h2><p>Menurut buku Pembelajaran Tematik di SD yang diterbitkan oleh <a href="https://www.kemdikbud.go.id/">Kemdikbud</a>, pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan atau memadukan beberapa Kompetensi Dasar (KD) dan indikator dari kurikulum/Standar Isi (SI) dari beberapa mata pelajaran menjadi satu kesatuan untuk dikemas dalam satu tema.</p><p>Pembelajaran tematik mengarah pada penggabungan dari dua dari sepuluh model pembelajaran terpadu menurut Fogarty (1991), yaitu <i>webbed model </i>(model jaring laba-laba) dan <i>integrated model </i>(model terpadu).</p><p>Pendekatan <i>webbed model</i> dimulai dengan menentukan tema tertentu, kemudian dilanjutkan dengan pemilihan sub-sub tema dengan memperhatikan kaitannya dengan antar mata pelajaran. Dari sub-sub tema ini direncanakan aktivitas belajar yang harus dilakukan anak. Melalui model pembelajaran ini, anak akan memperoleh pandangan hubungan yang utuh tentang kegiatan dari ilmu yang berbeda-beda.&nbsp;</p><p>Sedangkan pendekatan <i>integrated model</i>, menggunakan pendekatan antar mata pelajaran yaitu menggabungkan beberapa mata pelajaran dengan menetapkan prioritas dari kurikulum dan menemukan keterampilan, konsep, dan sikap yang saling tumpang tindih di dalam beberapa mata pelajaran. Melalui model pembelajaran ini, anak akan mudah menghubungkan dan mengaitkan materi dari beberapa mata pelajaran.&nbsp;</p><h2><strong>Mengapa pembelajaran tematik?</strong></h2><p>Pembelajaran tematik memiliki beberapa kelebihan untuk anak-anak usia dini. Lebih mudah bagi anak usia dini untuk memusatkan perhatian pada satu tema yang telah ditentukan. Pemahaman anak tentang materi yang disampaikan juga lebih mendalam, sebab antar mata pelajaran masih dalam satu tema.</p><h2><strong>Karakteristik pembelajaran tematik</strong></h2><p>Pembelajaran tematik memiliki beberapa karakteristik. Berikut adalah lima karakteristik pembelajaran tematik menurut <a href="https://puskurbuk.kemdikbud.go.id/">Tim Puskur</a> (2006)</p><h3>1. Pembelajaran berpusat pada peserta didik</h3><p>Pembelajaran tematik memberikan keleluasaan pada peserta didik, baik secara individu maupun kelompok.&nbsp;</p><h3>2. Memberikan pengalaman langsung kepada anak</h3><p>Pembelajaran ini mengaitkan antar konsep dan prinsip yang dipelajari dari beberapa mata pelajaran, sehingga mereka akan memahami hasil belajarnya sesuai dengan fakta dan peristiwa yang dialami.</p><h3>3. Penyatuan konsep antar mata pelajaran</h3><p>Perhatian dipusatkan pada pengamatan dan pengkajian suatu gejala atau peristiwa dari beberapa mata pelajaran sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. Sehingga memungkinkan peserta didik untuk memahami suatu fenomena pembelajaran dari segala sisi yang utuh.&nbsp;</p><h3>4. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran sehingga bermakna</h3><p>Pembelajaran tematik mengkaji fenomena dari berbagai macam aspek yang membentuk jalinan antar ilmu pengetahuan, sehingga berdampak kebermaknaan dari materi yang keterkaitannya dengan konsep-konsep lain yang dipelajari.</p><h3>5. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.</h3><p>Pada pembelajaran tematik dikembangkan pendekatan Pembelajaran yang Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran dengan melihat bakat, minat, dan kemampuan sehingga memungkinkan peserta didik termotivasi untuk belajar terus menerus.</p><h2><strong>Manfaat pembelajaran tematik</strong></h2><p>Menurut Tim Puskur (2006), berikut adalah beberapa manfaat yang didapatkan dari pembelajaran tematik.&nbsp;</p><ol><li>Banyak materi-materi yang tertuang dalam beberapa mata pelajaran mempunyai keterkaitan konsep, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan utuh.</li><li>Peserta didik mudah memusatkan perhatian karena beberapa mata pelajaran dikemas dalam satu tema yang sama.</li><li>Peserta didik dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi beberapa mata pelajaran dalam tema yang sama.</li><li>Pembelajaran tematik melatih peserta didik untuk semakin banyak membuat hubungan beberapa mata pelajaran, sehingga mampu memproses informasi dengan cara yang sesuai daya pikirnya, dan memungkinkan berkembangnya jaringan konsep.</li><li>Menghemat waktu karena beberapa mata pelajaran dikemas dalam suatu tema dan disajikan secara terpadu dalam alokasi pertemuan-pertemuan yang direncanakan. Waktu yang lain dapat digunakan untuk pemantapan, pengayaan, pembinaan keterampilan, dan remidial.</li></ol><p>Anak membutuhkan pembelajaran yang menekankan pada pengalaman dan kebermaknaan. Oleh sebab itu, aplikasi ICANDO hadir dengan <a href="https://icando.co.id/">permainan belajar untuk anak</a> yang juga telah dirancang secara tematik sesuai umur anak agar membuat pembelajaran lebih bermakna. <a href="https://play.google.com/store/apps/details?id=com.icando.edugame&amp;hl=in&amp;gl=US"><i>Download</i> aplikasi permainan anak </a>ICANDO di App Store dan Google Play Store!</p>

6 Contoh Anak Percaya Diri, Begini Perilakunya!

Referensi

Artikel Populer

Artikel Terkini

Download Sekarang